KPAI Minta Tim Sukses Jokowi dan Prabowo Perhatikan Isu Rokok

Ilustrasi merokok.
Sumber :
  • Pixabay/karosieben

VIVA – Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawatty menilai persoalan pengendalian rokok harus menjadi isu yang diangkat para tim sukses capres. Sebab persoalan itu sangat menyangkut pimpinan negara ke depannya.

"Mengutip wakil presiden dalam rapat koordinasi 2017, mengatakan masalah rokok berkepentingan dengan isi pimpinan. Jadi sangat tepat sekali hal ini diangkat para tim sukses. Ini terkait visi, kalau enggak ada visi, dari pimpinan siapa pun menterinya akan mengalami apa yang disampaikan Bu Nafsiah. Ke atas mentok, ke bawah enggak bisa, ke samping ribut, jadi kita bertarung melawan diri sendiri," kata Sitti dalam diskusi di D'Consulate, Jakarta, Sabtu 9 Maret 2019.

Ia menjelaskan pentingnya para timses capres mengangkat isu ini. Sebab terdapat korelasi antara stunting atau tumbuh kembang anak yang terpapar rokok dengan kemiskinan. Anak dalam kelompok perokok memiliki tinggi badan dan berat badan yang ringan ketimbang yang tidak.

"Kelompok perokok berat badannya lebih ringan antara 1-2 kilogram, tumbuh tinggi badannya lebih rendah 0,34 sentimeter pada satu generasi," kata Sitti.

Ia mengkhawatirkan, angka perokok usia muda bergeser semakin lebih muda. Apalagi masyarakat kini menilai memfoto dengan pose merokok di media sosial merupakan sebuah 'lucu-lucuan'. 

"Itu sebuah kesedihan luar biasa. Kalau ada masyarakat yang bersedih, menangis ketika sebuah utang, maka harusnya bangsa ini harus menangis ketika anak mati karena tidak hadirnya sebuah negara," kata Sitti.

Ia menyebutkan adanya perokok termuda berusia 9 bulan. Bayi tersebut menjadi perokok karena melihat banyak puntung rokok di sekitarnya.

"Ada orang iseng disulut api, dia jadi biasa. Dari puntung-puntung yang terjual. Ini perokok tahun 1993 usia 11-20 hanya 1,79 persen. 2014 meningkat 7,73 persen, itu kalau dibandingkan dengan keberpihakan orangtua, penting belanja rokok dibandingkan belanja karbohidrat itu lebih berat belanja rokok," kata Sitti.

Ia menduga ibu-ibu takut menegur suaminya yang merokok karena tak memegang kendali pembelanjaan yang berasal dari suaminya. Karena itu ia menilai perlunya kehadiran negara.

"Kehadiran negara kalau melihat posisi Indonesia dari sisi ASEAN dibandingkan Brunei, Kamboja, Myanmar, Filipin, Singapura, Thailand dan Vietnam, Indonesia itu terhadap iklan rokok, promosi, sponsor kemudian CSR semua enggak ada," kata Sitti.