Baiq Nuril Menanti Amnesti

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama

VIVA – Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali atau PK Baiq Nuril, terkait kasus perekaman ilegal berujung pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Putusan MA ini memperkuat vonis di tingkat kasasi, yang sebelumnya menghukum Nuril dengan enam bulan kurungan penjara, serta denda Rp500 juta.

Upaya PK yang dilakukan Nuril menjadi sorotan, sebab sebagai langkah terakhir untuk mendapatkan keadilan. Pascaputusan MA soal menolak PK mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu, ada dorongan agar Presiden Joko Widodo memberikan salah satu haknya, yaitu amnesti.

Salah satu desakan amnesti ini, munculnya petisi meminta Jokowi mengeluarkan hak istimewanya tersebut. Desakan ini dimunculkan dalam galang dukungan petisi di situs change.org. Petisi itu bertajuk ‘Amnesti untuk Nuril: Jangan Penjarakan Korban’. Hingga Senin malam, 8 Juli 2019, pukul 19.06 WIB, sudah 244.856 yang menandatangani petisi tersebut.

Mencuatnya amnesti ini menarik perhatian. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai wajar sebagian rakyat kecewa dengan putusan MA yang menolak PK Nuril. Amnesti dari Jokowi sebagai kepala negara pun jadi opsi yang disuarakan.

Baca: Alasan MA Tolak PK Baiq Nuril

Fickar menekankan, dalam kasus ini terjadi ketidakseimbangan dalam mempertimbangkan pola relasi antara Baiq Nuril dengan Muslim selaku pelapor yang mempersoalkan rekaman.

"Rekaman suara digunakan dalam rangka pelaporan, karena itu harus dianggap sebagai pembelaan diri," ujar Abdul Fickar kepada VIVA, Senin 8 Juli 2019.

Terkait amnesti, Fickar menyebut Amnesti diatur secara tegas dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945. Dia menegaskan, merujuk aturan tersebut, Presiden mempunyai hak memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Dia menambahkan, hak presiden memberikan amnesti ini seperti halnya abolisi dengan pertimbangan DPR. "Amnesti harus diajukan pemohon, dengan melampirkan putusan pengadilan terakhir dan mengajukan alasan objektif yang berkaitan dengan ketidakadilan hukuman bagi pemohon," tutur Fickar.

Baca: MA Sebut Presiden Mesti Minta Saran DPR untuk Beri Amnesti Baiq Nuril

Menurut dia, meski meminta pertimbangan DPR, namun kewenangan memutuskan tetap ada di tangan Presiden. Dia menanggap, Nuril punya peluang mendapatkan amnesti dari Jokowi. Sebab, amnesti tak hanya dibatasi pada pemidanaan kasus politik.

"Jadi, peluangnya cukup besar, karena amnesti juga bisa dilakukan, tidak ada pembatasan terhadap kasus hukum lain selain politik," ujarnya.

Bola di Tangan Jokowi