Mengenang Habibie

Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.
Sumber :
  • Dok. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/foc.

VIVA – Masyarakat Indonesia berkabung. Wafatnya Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu, 11 September 2019 menjadi duka nasional.

Habibie meninggal dunia di usia 83 tahun. Sang teknokrat sudah dimakamkan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta, Kamis siang, 12 September 2019.

Kepergian mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu meninggalkan banyak warisan. Karyanya sebagai putra bangsa dalam merancang pesawat terbang telah mengharumkan Indonesia di dunia internasional.

Begitupun terobosan kebijakannya saat menduduki kursi RI-1 dinilai mampu memperbaiki kondisi ekonomi dan demokrasi Indonesia. Salah satu yang diingat terobosan Habibie yang berani membuka keran demokrasi terbuka lebar.

Habibie merupakan Presiden pertama di era Reformasi. Kemerdekaan berserikat dalam berkumpul dan mengeluarkan pendapat mulai dibuka lebar saat Habibie memegang kendali pemerintahan menggantikan Soeharto.

Kebebasan pers pun telah lahir dan dijamin dalam Undang-undang. Hal ini berbeda ketika era Orde Baru yang dibatasi berpendapat dan rawan pembredelan media massa.

Berbagai pihak menjulukinya sebagai Bapak Demokrasi. Meski cuma satu setengah tahun menjabat RI-1, Habibie membuat keputusan bersejarah dalam demokrasi Indonesia.

Sebagai Presiden RI, pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu punya masa jabatan dari 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.

"Beliau salah satu terbaik putra bangsa salah satunya soal kebebasan dalam demokrasi itu yang penting. Tanpa ada keberanian itu, tak ada industri media yang banyak kayak sekarang kan," kata Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan kepada VIVAnews, Kamis, 12 September 2019.

Peran penting Habibie lain yang dianggap sebagai terobosan adalah membebaskan tahanan politik era Orde Baru. Kebijakan ini dianggap positif karena menjadi transisi dari Orde  Baru menuju perubahan Reformasi.

"Beliau pernah dicap bagian Orba. Tapi, di era beliau ada perubahan positif dalam demokrasi. Pembebasan tapol juga diberlakukannya," ujar Zulkifli.

Selain menelurkan UU Pers, pemerintahan era Habibie berjasa dalam memunculkan Undang-undang Partai Politik sampai Undang-undang Otonomi Daerah. Maka itu, tak mengherankan demokrasi saat ini diramaikan banyak partai politik.

Soeharto Profesor Habibie

Catatan Habibie saat menjadi Presiden RI ketiga ialah otonomi Provinsi Timor Timur. Persoalan krusial ini mesti melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengeluarkan usulan agar Habibie mengadakan referendum.

Dengan referendum ini mengantarkan Timor Timur akhirnya lepas dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jajak pendapat diselenggarakan 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan United Nations Mission for East Timor (UNAMET) dengan diikuti penduduk Timor Timur.

Dalam hasil yang diumumkan itu, diketahui 78,5% penduduk Timor Timur menyatakan menolak otonomi khusus yang ditawarkan Indonesia.

Polemik Timor Timur itu menjadi alasan utama sidang MPR menolak laporan Habibie pada 20 Oktober 1999. Lepasnya Timor Timur dari NKRI dianggap menjadi tanggungjawab Habibie.

Meski ditolak laporan pertanggungjawaban oleh MPR, Habibie enggan ngotot maju lagi nyapres. Padahal, saat itu ia punya modal untuk maju kembali dengan dukungan Partai Golkar.

Pengamat politik senior Salim Said mengatakan Habibie sebagai tokoh belajar politik secara dadakan. Namun, sejak menjadi menteri di era Orde Baru, Habibie baru banyak belajar.

Menurut dia, berdasarkan cerita Habibie langsung, Presiden RI ke-2 Soeharto dijadikan sebagai contoh figur urusan politik.

"Ketika beliau pertama kali jadi menteri, beliau tidak banyak tahu politik. Tapi, karena terus menerus berada di pemerintahan, dia banyak belajar. Dia kan pernah bilang Soeharto adalah profesor dia. Bisa dikatakan beliau mengamati pak Harto," ujar Salim, Kamis, 12 September 2019.

Salim pun menyebut Habibie sebagai sosok penyelamat bangsa. Menggantikan Soeharto punya pekerjaan rumah besar karena kondisi negara sedang terpuruk dari ekonomi, sosial, sampai politik.

Dia menyebut Habibie tak ingin melanggar konstitusi maka bersedia menggantikan Soeharto. Krisis ekonomi pun mesti dihadapi suami dari Hasri Ainun Besari itu.

"Negara kritis saat itu, tapi beliau dianggap berhasil mendongkrak ekonomi dari krisis 1998," tutur Salim.