Pertarungan Ahok vs DPRD DKI Masih Berlanjut
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id - Upaya mediasi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama dan DPRD DKI Jakarta di ruang rapat Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Kamis 5 Maret 2015, rupanya belum bisa mengakhiri ribut soal penetapan Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) 2015.
Pada akhir penyataannya, Ahok menyatakan dia tidak mendiskriminasi dengan meminta SKPD tidak menginput hasil pembahasan DPRD 2015., perkataan itu ditegaskan langsung untuk Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana.
"Yang saya minta adalah Anda (SKPD) jangan menginput dalam e-budgeting, yang bukan hasil pembahasan," kata Ahok.
Ahok meminta jajaran SKPD-nya untuk mengangkat tangan, karena dia yakin yang yang diinput seluruh SKPD adalah hasil pembahasan yang disetujui dengan anggota dewan di rapat komisi dengan DPRD.
"Ini semua ada SKPD lengkap, saya mau tanya dengan beliu-beliu ini, yang diiput sesuai hasil pembahasan atau tidak. Coba angkat tangah," pinta Ahok dalam rapat itu.
Belum lagi lanjut bicara, Ahok justru diserang dengan pertanyaan bahwa SKPD tentu saja akan kompak karena Ahok mengumpulkan seluruh SKPD malam sebelum rapat mediasi akhir digelar. Itu dianggap tidak sesuai aturan dan melanggar.
"Pak Annas Effendi (Walikota Jakarta Barat) saya tanya, 'Kenapa kamu anggarkan miliaran untuk beli UPS di kelurahan? Kamu mesti jawab, itu UPS hasil pembahasan dengan DPRD atau titipan DPRD?" timpal Ahok.
Annas diam dan tidak mau menjawab pertanyaannya. Ahok meminta Anas berdiri, kemudian mengancam memecatnya jika terbukti pengadaan UPS sebesar miliaran rupiah di Jakarta Barat itu adalah hasil dari titipan oknum DPRD.
Berkali-kali Haji Lulung kembali menegaskan kepada Ahok bahwa APBD 2015 yang ada memang berdasarkan hasil pembahasan. "Mau sewenang-wenang atau itu mengikuti undang-undang (mengumpulkan SKPD), itu saja. Ini pokonya hasil pembahasan Pak (Ahok), hasil pembasahan, belanja itu hasil pembahasan," kata Lulung.
Dari sini Ahok mulai terpancing. Nada bicaranya mulai tinggi. Sambil menunjuk-nunjuk dan berteriak, Ahok menyatakan apabila sesuai pembahasan, apakah seluruh SKPD-nya membahas soal pembelian UPS di Jakarta Barat.
Suasana rapat mendadak ramai. Seorang anggota DPRD meminta Ahok untuk menahan diri. Tidak perlu berteriak-teriak. Banyak teriakan kasar seperti 'Woi Anjing!', 'Jangan bohong Pak Gubernur', 'Ini Gubernur apa preman', yang tidak jelas siapa yang mengatakannya keluar di ruang sidang saat itu.
Rapat mediasi jelas sudah berubahan jadi arena melampiaskan emosi. Karena situasi mulai kacau, Ahok lebih dulu meninggalkan ruang mediasi diikuti sejumlah pejabat Pemprov DKI. Dia pergi lewat pintu belakang. Sekitar pukul 11.30 WIB, pertemuan yang tertutup bagi media itu diberhentikan.
Awak media yang menunggu di luar ruangan masih mendengar kata-kata teriakan kasar. Meski rapat telah selesai, masih saja terdengar teriakan. Tak lama kemudian, Haji Lulung kemudian keluar.
"Ahok ngamuk, dia ngancem pecat-pecatin anak buahnya, Gubernur tekan SKPD," ujar Lulung sambil diikuti sejumlah anggota DPRD kepada wartawan.
Tapi saat ditemui di Balaikota, Ahok membantah ia ikut tersulut emosi. Pada saat anggota dewan mulai mengatakan perkataan kasar, Ahok mengatakan ia hanya tertawa dan menimpali sambil meninggalkan ruangan.
"Dia bilang 'Woi Anjing' kan? Gua sebenarnya bales, 'Woi, daging anjing enak lho," ujar Ahok sambil tertawa.
Direktur Jenderal Keuangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, Kemendegrai berharap masalah itu selesai sebelum tanggal 8 Maret atau Senin pekan depan. Sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kemendagri punya waktu 15 hari sejak APBD mereka terima, untuk mengesahkannya.
"Semangat Gubernur dan DPRD sama-sama mau memperbaiki dan menyempurnakan APBD. Dinamika dan perbedaan pandangan kan biasa dalam komunikasi, lumrah. Menteri minta itu diselesaikan sebelum tanggal 8 Maret (Senin pekan depan)," katanya.
Kemendagri kemudian memberikan waktu sekali lagi bagi Pemprov DKI dan DPRD DKI untuk membahas dokumen APBD dengan rincian yang telah dievaluasi oleh Kemendagri. Adapun evaluasi dilakukan terhadap beberapa mata . Mata-mata anggaran yang disebut oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai dana siluman.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menambahkan, titik temu memang tidak terjadi. Dia akan menunggu hasil evaluasi yang akan dikeluaran Kemendagri pada 13 Maret 2015.
"Waktunya 7 hari untuk eksekutif bahas dengan Banggar (Badan Anggaran) DPRD," ujar Saefullah.
Bila tidak ada jalan keluar, Ahok akan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menggunakan besaran APBD 2014 sebesar Rp72 triliun. Ini agar pembangunan dapat terlaksana dan pelayanan publik tak terganggu karena kisruh APBD tersebut.
Sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 314 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Mendagri juga bisa membatalkan semua atau sebagian isi APBD jika hasil evaluasi Kemendagri tidak ditindaklanjuti Gubernur dan DPRD dalam waktu tujuh hari. Apabila Mendagri memutuskan membatalkan semua isi APBD 2015, yang berlaku adalah APBD 2014.
Ribut Tak Berujung
Memanasnya situasi sudah terjadi sejak seluruh unsur pimpinan di DPRD DKI bersepakat untuk melayangkan hak angket kepada Ahok dalam rapat pimpinan (rapim) yang mereka selenggarakan pada Senin, 16 Februari 2015 kemarin. Meski belakangan sejumlah fraksi menarik diri dari angket tersebut.
DPRD merasa dibohongi karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak memasukkan mata anggaran dalam draf APBD 2015 versi e-budgeting yang dikirim Pemprov ke Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui pemerintah.
Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD hendak memasukkan anggaran fiktif yang besarannya mencapai Rp 12,1 triliun. Anggaran fiktif itulah yang kemudian dilaporkan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi, yang selanjutnya dibalas DPRD dengan balik melaporkan Ahok ke KPK dan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Setelah masuk ranah hukum, perseturuan Ahok dan DPRD memang sudah telanjur runyam. Namun Kemendagri ingin mendamaikan kedua belah pihak tanpa menyentuh ranah hukum dan politik yang timbulkan dari kisruh anggaran siluman.
Menurut Ahok, besaran APBD DKI tahun 2014 sebesar Rp72 triliun dinilainya masih bisa membiayai berbagai program yang akan dilaksanakan oleh Pemprov DKI di tahun 2015.
"Semua pelayanan akan jalan. Yang mau ikut tender silakan saja biar cepet kita realisasinya," ujar Ahok.
Dia menjelaskan, Pemprov DKI akan memanfaatkan waktu 7 hari untuk membahas lagi dokumen APBD yang dikembalikan lagi setelah dievaluasi Kemendagri.
Dia memprediksi rapat dengan DPRD nanti akan berjalan lebih alot karena para anggota Dewan pasti akan terus bersikeras berusaha mempertahankan keberadaan dana-dana siluman yang disebut Ahok jumlahnya mencapai Rp12,1 triliun, ke rancangan APBD DKI 2015.
"Tadi saja dia nyatakan enggak pernah membahas dokumen APBD versi kita. Dia terus anggap yang itu (dokumen APBD versi DPRD) yang betul," ujar Ahok.
Bila rapat Banggar yang akan dilaksanakan selama 7 hari setelah tanggal 13 Maret 2015 itu kembali deadlock atau mengalami kebuntuan, maka Pemprov DKI hanya memiliki satu opsi, yaitu menggunakan besaran APBD 2014, untuk tetap membiayai program-program pembangunan dan pembenahan di ibu kota pada tahun 2015.
Bila skenario itu yang terjadi, Ahok menilai tidak akan terlalu menimbulkan masalah. Pasalnya, Pemprov DKI dengan diatur oleh Pergub No. 211 tahun 2014 bisa menggunakan anggaran mendahului untuk pembiayaan kegiatan yang penting dan mendesak seperti penggajian pegawai atau perbaikan jalan rusak.
Saling Lapor
Aksi saling lapor berlanjut. Setelah Ahok melaporkan ke KPK, kini giliran DPRD DKI menggeretak. Mereka akan melaporkan Gubernur DKI Jakarta itu ke Kepolisian. Pengacara Razman Arif Nasution mengaku telah dikontak oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana atau Haji Lulung, menjadi kuasa hukum untuk itu.
"Hari Senin kita akan melaporkan Ahok untuk dugaan fitnah pencemaran nama baik dan pemalsuan dokumen. Dalam hal ini APBD DKI 2015 yang sudah diparipurna," kata Razman di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2015.
Razman mengatakan, Ahok dinilai telah melakukan fitnah dengan menyebut ada dana siluman ke dalam APBD. Menurut dia, penyusunan APBD dilakukan melalui pembahasan antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan komisi-komisi di DPRD serta disahkan dalam Paripurna yang disaksikan oleh Gubernur.
"Kami akan melaporkan, karena menurut informasi, dokumen itu, APBD yang diserahkan (ke Kemendagri) itu bukan hasil paripurna. Berarti ada unsur pemalsuan, ada unsur penyalahgunaan wewenang pasal 421 KUHP," ujar Razman.
Tidak hanya ke Kepolisian, Razman menyebut pihaknya akan melaporkan juga Ahok ke Kementerian Dalam Negeri. Menurut dia, Ahok dinilai sudah tidak mencerminkan perilaku sebagai Kepala Daerah. Dia menyebut, dalam menyelenggarakan pemerintahan, seorang pemimpin harus menjaga stabilitas etika dan moral.
"Jadi perilaku Ahok ini sudah tidak cerminkan perilaku seorang penyelenggara negara dan pejabat publik. Marah-marah, menantang, lawan semua orang, sikat semua orang, hajar semua orang," katanya.
Polisi Periksa 12 Saksi Dugaan Korupsi UPS
Meski belum jelas siapa yang melakukan pelaporan ke polisi. Tapi Polda Metro Jaya telah memeriksa pejabat DPRD DKI terkait dengan dugaan penyimpangan dana UPS untuk anggaran tahun 2014 lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, penyidik saat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang yaitu dua orang dari kasudin Pendidikan Jakarta Barat dan Pusat yaitu AS dan ZH.
"Satu orang lainnya dari sekolah-sekolah yang menerima UPS," katanya.
Selain 12 orang tersebut, penyidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap semua yang berkepentingan terkait penganggaran UPS seperti anggota DPRD DKI Jakarta.
"Semuanya akan kita panggil, mereka yang mendampingi juga akan kita periksa termasuk perusahaan pemenang tender," katanya.
Sampai saat ini, pihaknya juga membentuk tim khusus yang menangani kasus ini. Tim tersebut sedang melakukan pemeriksaan saksi dan dokumen serta barang yang telah dibeli.
"Selain kita periksa dokumen, barangnya juga kita periksa langsung dilapangan," tuturnya. Selanjutnya, pihaknya juga akan memanggil saksi ahli terkait dugaan penyimpangan tersebut.
Tim saat ini juga telah melakukan peninjauan lokasi. Tidak hanya sekolah, melainkan perusahaan pemenang tender juga akan diperiksa kantornya.
"Untuk dugaan korupsi tidak perlu ada laporan, jadi untuk kasus UPS ini kita akan terusa lakukan penyelidikan," jelasnya.
Martinus menambahkan, penyidik juga akan meminta keterangan ‎Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ini untuk mengetahui kerugian negara terkait pengadaan UPS tersebut.
"Membutuhkan keterangan ahli, dari BPKP atau BPK atau audit. Itu bagian proses meminta keterangan ahli," katanya.
Ditempat terpisah, Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Ditkrimsus Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra menegaskan, pihaknya sudah memiliki gambaran tersangka terkait kasus tersebut. Namun, dia tidak menyebutkan siapa tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara miliaran rupiah ini. Pasalnya, pihaknya sudah melakukan penyelidikan sejak 28 Januari lalu.
"Semua dokumen sudah kami pegang, dan arahnya juga sudah kami ketahui," tegasnya.
Pihaknya juga telah menyelidiki kasus itu mulai dari tahap perencanaan sampai hasil dari pengadaan UPS itu dan hasilnya kurang lebih sesuai apa yang diberitakan media saat ini yaitu pengadaan UPS diduga ada penyimpangan.
"Kita sudah tahu itu semua, dan lihat saja nanti akan akan kita umumkan hasilnya," jelasnya. Namun, saat ditanya apakah saksi yang diperiksa akan ada yang ditetapkan sebagai tersangka dirinya enggan berkomentar.
Beberkan Dana Siluman Rp270 Miliar
Walikota Jakarta Barat Anas Effendi secara mengejutkan mengakui keberadaan anggaran siluman yang nilainya mencapai Rp270 miliar di penganggaran SKPD-nya yang tercantum di dalam dokumen APBD DKI Jakarta tahun 2015 versi DPRD.
Pengakuan itu, disampaikan oleh Anas dalam bentuk surat pernyataan yang ditujukan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah, juga ditembuskan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Setelah dilakukan penelitian, ditemukan adanya penambahan anggaran kegiatan sebesar Rp270.830.000.000,- (dua ratus tujuh puluh miliar delapan ratus tiga puluh juta rupiah)," ujar Anas dalam surat yang ditandatanganinya pada Senin, 2 Maret 2015.
Anas mengatakan, dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Belanja Langsung Kegiatan, SKPD-nya mengajukan anggaran sebesar Rp 131.914.519.591 melalui sistem e-budgeting, untuk 20 kegiatan. Namun, di dokumen APBD DKI tahun 2015 versi DPRD, jumlah kegiatan yang diajukannya menjadi bertambah sebanyak 7 kegiatan lagi.
"Anggarannya tidak pernah saya usulkan," ujar Anas. (ren)
Baca juga: