Waspada, Jebakan Perang Diskon Jelang Lebaran
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, hari raya Lebaran selalu menjadi momentum tepat bagi setiap produsen menarik minat para pembeli dengan menggelar pesta diskon besar-besaran.
Daya beli masyarakat yang biasanya melonjak saat hari raya Lebaran, selalu dimanfaatkan pengusaha maupun pusat perbelanjaan untuk menawarkan produk-produk yang mereka jual dengan harga miring.
Setiap pengusaha ritel memberikan diskon yang beragam sebagai upaya meningkatkan penjualan.
Perang diskon biasanya terjadi saat memasuki bulan Ramadan hingga menjelang Lebaran. Sebelum itu, pengusaha telah menyiapkan sejak enam bulan lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan, diskon yang terjadi saat Lebaran memang telah disiapkan pengusaha sejak enam hingga tujuh bulan sebelumnya melalui pembicaraan dengan supplier.
"Jadi memang, diskon ini adalah strategi yang dilakukan antara produsen atau supplier dengan pengusaha ritel untuk bisa memberikan harga terbaik untuk masyarakat," kata Roy, kepada VIVA.co.id.
Diskon tersebut merupakan suatu dinamika antara peritel satu dengan lainnya untuk menjaring konsumen. Beragamnya diskon yang diberlakukan merupakan bentuk kreativitas dan negosiasi dengan pemasok itu sendiri.
"Tidak ada aturan yang mengatur (diskon) itu, karena ini kan bagaimana kreativitas dan usaha-usaha peritel untuk dapat mendongkrak penjualan, terutama di musim-musim tertentu, seperti Ramadan dan menjelang Lebaran," katanya.
Menurutnya, dari tahun ke tahun, penjualan di bulan Ramadan hingga menjelang Lebaran ini menjadi penyumbang terbesar bagi omzet pengusaha.
Bahkan, berkontribusinya mencapai 45 persen dari omzet pengusaha ritel setahun.
"Karena memang masyarakat berbelanja itu adalah to consume, apalagi ketika ada THR (tunjangan hari raya). Makanya, dari tahun ke tahun kami jadikan festive bulan Ramadan ini yang utama, karena bisa mengkontribusi 40-45 persen omzet setahun," tuturnya.
Tak hanya di Indonesia, tren diskon juga terjadi di negara-negara lain saat memasuki musim tertentu dan hari raya besar.
"Sama dengan luar negeri juga. Kalau di luar negeri mungkin lebih dikenal dengan great sale new year, di sana itu terjadi yang namanya cuci gudang, dan itu adalah suatu program yang sudah dirancang enam bulan sebelumnya," katanya.
Omzet Triliunan
Tak tanggung-tanggung, sepanjang Ramadan tahun ini Aprindo menargetkan penjualan hingga Rp200 triliun, atau 35-40 persen lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dengan demikian, omzet maksimal yang dapat diperoleh peritel baik di bidang makanan dan dan di luar makanan pada bulan ini sekitar Rp70-80 triliun.
Roy melihat daya beli di pasar ritel saat ini mengalami kondisi yang lebih baik. Hal tersebut dipengaruhi turunnya BI rate, bunga pinjaman, harga energi, dan adanya deregulasi nyata di lapangan yang pro terhadap perekonomian pasar.
"Semua itu memberikan dampak psikologis terhadap masyarakat untuk kembali berbelanja ke ritel," kata Roy.
Menurutnya, pada tahun lalu daya beli masyarakat atau penjualan di pasar retail mengalami penurunan, karena kecenderungan regulasi dan tarif moneter kurang bersahabat untuk para pelaku usaha dan berdampak pada konsumen.
"Penurunan daya beli masyarakat khususnya tahun lalu, tapi tahun ini sudah mulai recovery kok. Kita bicara sekitar April-Mei, karena akhir Februari keadaan kita masih jelek," jelas Roy.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengingatkan para konsumen agar tidak terjebak perang diskon. Utamanya, produk yang masuk dalam kategori fashion.
"Tetap waspada, karena ada barang-barang yang cacat produksi. Selain itu, ada juga yang didiskon 50 persen, tetapi ternyata barangnya sudah ada sejak tiga tahun lalu. Artinya sudah usang dan tidak layak pakai," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, saat berbincang dengan VIVA.co.id.
Selain produk fashion, Tulus menjelaskan, diskon untuk jenis barang makanan dan minuman pun menjadi produk lainnya yang harus diwaspadai. Sebab, ada kecenderungan produk yang masuk dalam kategori tersebut justru sudah mendekati masa tenggat waktu kedaluwarsa.
Maka dari itu, dia berharap, para konsumen tidak terlena begitu saja dengan diskon miring yang diberikan oleh para pengusaha maupun pusat-pusat perbelanjaan.
Aspek kehati-hatian harus menjadi landasan utama konsumen, agar tidak menyesal.
"Biasanya ada yang cuci gudang karena dia sudah mau mendekati tanggal kedaluwarsa. Konsumen juga harus hati-hati," katanya.
Ancaman denda Rp5 miliar
YLKI meminta para pelaku usaha –khususnya di bidang ritel– dapat berlaku adil dalam memberikan potongan harga setiap produk yang dimilikinya.
Permintaan itu seiring dengan semakin dekatnya perayaan hari raya Lebaran. Tulus menjelaskan, sampai saat ini masih ditemukan adanya pengusaha yang berlaku curang dalam memberikan potongan harga untuk setiap produknya, menjelang mendekati hari raya Lebaran.
"Mereka tidak benar-benar memberikan diskon. Mereka menaikkan harga, lalu kemudian memberikan diskon kepada produk yang harganya dinaikkan," kata Tulus.
Menurut Tulus, perilaku para pengusaha 'nakal' tersebut jelas masuk dalam kategori penipuan, dan melanggar ketentuan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jika terbukti memainkan harga, tentu ada sanksi yang menunggu.
"Itu sudah melanggar UU, dan bisa dipidana. Jangan pernah main-main dengan modus seperti itu. Sanksinya bisa Rp5 miliar, dan penjara dua tahun," tutur dia.
Maka, YLKI berharap para pengusaha ritel tidak dengan seenaknya memainkan harga, hanya demi meraup keuntungan semata di hari raya Lebaran. Selain merugikan konsumen, makna dan esensi dari hari Lebaran pun bisa ternodai.