Kembali Tersentak Mutilasi

Petugas kepolisian membongkar lantai indekos mayat Sopyan yang disemen.
Sumber :
  • Anwar Sadat - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga baunya. Ungkapan itu mungkin tepat ditujukan kepada Riko, seorang sopir angkutan kota (angkot). Upaya pria 31 tahun itu untuk menghilangkan jejak kejahatannya terbongkar, Minggu, 30 Oktober 2016 sore.

Adalah Ayi, istri Riko yang menguak aksi kejam suaminya sendiri.  Ayi melaporkan sang suami membawa mayat dan menguburkannya di sebuah rumah kontrakan, di Jalan Kramat RT 005/ RW 04, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Laporan pertama disampaikan kepada ketua RT dan RW setempat.

Mereka lantas melaporkannya ke kepolisian. Polisi lalu bergerak mengecek ke lokasi. Kemudian petugas segera membekuk pelaku dan seorang temannya, Rudi (34). “Pelaku mengakui kejadian tersebut," ujar Kepala Polsek Metro Cipayung Komisaris Polisi Dedy Wahyudi, Senin, 31 Oktober 2016.

Kepada polisi, pelaku mengaku menghabisi nyawa korban, Sopyan Lubis (43) yang masih sepupunya lantaran kesal. Korban disebut kerap meminta uang. Pada hari kejadian, Senin, 24 Oktober 2016, aksi pembunuhan di rumah korban, Jalan Jati Makmur Nomor 2, Pondok Gede, Bekasi, itu juga dipicu masalah uang. 

Ketika itu, korban minta ongkos untuk menjaga rumah kontrakan Riko. Namun, Riko tak mau memberikannya. Lantaran tak diberi uang, korban disebut mengeluarkan kata-kata kasar penuh hinaan. Keributan antara keduanya pun pecah.

Riko memukul dengan tangan kosong dan dilanjutkan menggunakan potongan besi. Sofyan yang diduga dalam keadaan pingsan lantas dibawa dengan memakai taksi online ke rumah kontrakan di sebelah indekos Riko. Untuk melancarkan aksinya, Riko meminta bantuan temannya, Rudi.

Rudi lantas menggali lokasi untuk mengubur Sofyan. Sebelum dikubur, Riko memutilasi Sofyan hingga 13 bagian. Itu dilakukan agar jasad Sofyan bisa dimasukkan dalam lubang di dekat kamar mandi itu. Diduga, Sofyan dimutilasi saat masih hidup. “Masih dalam keadaan pingsan," kata Kepala Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Hendy F Kurniawan, Selasa, 1 November 2016.

Potongan tubuh itu lantas dimasukkan ke dalam plastik. Kemudian dikubur di lubang yang telah disiapkan di rumah kontrakan itu. Usai itu, pelaku mengecor lubang tersebut dengan semen dan pasir.

Agar aksi itu tak terbongkar, Riko sempat mengurung istrinya di dalam rumah. Namun, sang istri berhasil keluar hingga kejahatan itu akhirnya terbongkar. Warga pun tersentak dengan terungkapnya kasus mutilasi itu.

Terjadinya kembali kasus mutilasi, menurut Psikolog Forensik Kasandra Putranto, secara umum terkait kondisi karakter kepribadian orang tersebut. Meski penyebabnya tak bisa disamaratakan namun kondisi psikologis pelaku turut mempengaruhi. “Juga biasanya menurut saya itu ada dampak pemberitaan media massa yang cenderung berlebihan,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Selasa, 1 November 2016.

Menurut Kasandra, ada banyak motif yang melatarbelakangi suatu mutilasi. Sebab, setiap kasus berbeda-beda, seperti mutilasi yang dilakukan Ryan, mutilasi yang dilakukan Yati yang menaruh potongan korbannya di sebuah bus, atau kasus istri polisi yang memutilasi bayinya.

Namun pada pokoknya tindakan mutilasi ada hubungannya dengan kondisi psikologis pelaku dan relasi antara pelaku dengan korban.  “Saya hanya bisa mengatakan ada kekhasan dari kondisi psikologis dan kualitas hubungan antara pelaku dan korban yang khas,” ujarnya.

Jejak Kasus Mutilasi

Kasus mutilasi di Cipayung itu menambah deretan perkara mutilasi yang pernah ada di  negeri ini. Sejak awal 2016 ini misalnya, telah terjadi beberapa kasus mutilasi. 

Pada Oktober 2016 misalnya, seorang ibu, Mutmainah tega menghabisi nyawa anaknya sendiri yang masih berusia setahun. Tersangka melakukan aksi itu di tempat tinggalnya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu, 2 Oktober 2016.

Peristiwa terungkap ketika sang suami, Ajun Inspektur Dua (Aipda) Denny Siregar, anggota Bidang Propam Polda Metro Jaya, pulang ke rumah. Denny kaget bukan kepalang mendapati satu dari dua anaknya telah terbujur kaku. Bahkan, telah terpotong-potong.

Mutmainah pun digelandang ke kantor polisi. Tersangka diduga tengah menuntut ilmu tertentu. "Dari penyelidikan sementara ada kelainan jiwa istrinya. Dia menuntut ilmu tertentu yang mungkin dia tidak bisa menghadapi itu, sehingga ada bisikan-bisikan," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan, Selasa, 4 Oktober 2016.

Kasus lainnya terjadi di Sumatera Selatan. Seorang anggota DPRD Lampung, M Pansor, ditemukan tewas termutilasi di perairan Ogan Komering Ulu Timur oleh warga sekitar yang sedang memancing, pada 19 April 2016. 

Saat itu, warga melihat potongan kaki korban tersangkut di ranting pohon. Temuan itu lantas dilaporkan ke polisi. Petugas lalu mencari potongan tubuh lainnya. Potongan kepala, tangan dan kaki kiri ditemukan. Korban diduga dimutilasi masih dalam keadaan hidup. “Karena dilihat dari ujung sel darahnya timbul. Jika dalam keadaan setelah meninggal baru dimutilasi, sel darahnya tidak akan timbul,” kata Kabid Dokkes Polda Sumatera Selatan Komisaris Besar Polisi Soesilo Pradoto, Senin, 30 Mei 2016.

Setelah tiga bulan penemuan korban, petugas menangkap tersangka pelakunya, yaitu seorang anggota Polresta Bandarlampung Brigadir Medi A dan seorang karyawan swasta Tarmizi alias Dede. Mereka ditangkap berkat penemuan jam tangan dan cincin milik korban yang dikenakan Medi. Jam tangan dan cincin itu mengundang kecurigaan atasannya. Medi pun dibekuk pada Selasa, 26 Juli 2016.

Beralih ke wilayah lain. Kasus mutilasi juga terjadi di Tangerang, Banten. Ketika itu, Nur Astiyah, wanita hamil tujuh bulan, ditemukan tewas tanpa tangan dan kaki di Desa Telaga Sari, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Rabu, 13 April 2016.

Setelah diselidiki, polisi akhirnya membekuk Kusmayadi alias Agus, kekasih korban, diduga sebagai pelaku pembunuhan disertai mutilasi itu. Polisi membekuk Agus di Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 20 April 2016. Pelaku tega menghabisi nyawa korban lantaran diduga diminta untuk menikahi korban lantaran hamil.

Lain lagi kasus mutilasi yang terjadi di Kalimantan Barat, pada Jumat, 26 Februari 2016. Ketika itu, sebuah mutilasi terjadi di sebuah rumah di Gang Darul Falah, Asrama Polres Melawi, Kalimantan Barat. 

Di lokasi tersebut, anggota Satuan Intelkam Polres Melawi, Brigadir Petrus Bakus, diduga membunuh dan memutilasi dua anak kandungnya. Setelah melakukan aksi itu, pelaku menyerahkan diri.Tersangka melakukan hal itu diduga lantaran kesurupan.