Menanti Damai di Al Aqsa

Protes warga Palestina atas aksi penutupan masjid Al-Aqsa oleh Israel.
Sumber :
  • REUTERS / Ammar Awad

VIVA.co.id – Krisis berkepanjangan antara Israel dan Palestina kembali menajam. Kali ini, ketegangan terjadi di area masjid Al Aqsa.

Konflik bermula pada Jumat, 14 Juli 2017. Dikutip dari Middle East Monitor, Jumat pagi itu, tiga orang yang diklaim warga Palestina menyerang petugas keamanan Israel yang bertugas di masjid Al Aqsa. Dengan menggunakan sebuah motor, mereka memasuki area masjid dan menembaki militer Israel.

Empat tentara Israel terluka akibat tembakan. Dua di antara empat korban penembakan kemudian tewas. Tentara membalas serangan itu dengan menembak balik.

Ketiga warga Palestina itu terluka. Tentara Israel lalu menembak mati tiga warga Palestina yang sudah terbaring luka itu.

Kematian dua tentara membuat Israel memutuskan untuk menutup seluruh area dan melarang warga Muslim melaksanakan salat Jumat di masjid Al Aqsa.

Menurut Mufti Agung Yerusalem Sheikh Muhammad Hussein, ini untuk pertama kalinya terjadi penutupan masjid sejak 1969. Keputusan Israel menimbulkan reaksi keras. Ratusan warga Palestina demo.

Minggu, 16 Juli 2017, Israel kembali membuka area masjid. Tapi, kali ini dengan penjagaan yang ketat, termasuk menggunakan detektor logam bagi siapa saja yang ingin memasuki area tersebut, termasuk yang ingin menunaikan salat di masjid Al Aqsa. 

Syarat itu ditolak warga Palestina. Mereka menganggap pemerintah Israel menghalangi hak mereka untuk beribadah. Sebagai bentuk protes, warga Palestina memilih tetap melaksanakan salat di luar area masjid.

"Penutupan kompleks masjid Al Aqsa, pendudukan, dan pencegahan untuk melaksanakan salat sangat tidak adil bagi kami. Ini jelas melanggar resolusi PBB dan kesepakatan internasional. Kami meminta pertanggungjawaban dari pemerintah Israel. Kami akan tetap tinggal di luar masjid sampai mereka mengembalikan tempat ini," ujar Direktur Al Aqsa Omar Kiswani seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin, 17 Juli 2017.

Aksi protes warga Palestina dibalas dengan tindakan represif oleh militer Israel. Rabu, 19 Juli 2017, aksi bentrokan terjadi. Militer Israel menembakkan gas air mata dan peluru karet.

Konflik semakin memanas setelah beredar kabar Rafaat al-Herbawi, seorang pemuda berusia 30 tahun terbunuh saat berunjuk rasa. Beberapa jam setelah tewasnya Herbawi, imam besar masjid Al Aqsa Sheikh Ikrima Sabri juga dikabarkan tertembak. Ia terkena peluru karet usai menunaikan salat Isya di gerbang masjid Al Aqsa.

Jumat, 21 Juli 2017, otoritas Israel kembali membuat aturan. Mereka melarang jemaah Muslim yang berusia di bawah 50 tahun melaksanakan salat Jumat di masjid Al Aqsa. Diberitakan oleh Independent, pihak Israel menyatakan larangan tersebut diberlakukan untuk mengantisipasi terjadinya aksi kekerasan lebih lanjut.

Kelompok Hamas dan Jihad Islam, dua kelompok garis keras Palestina menyerukan pada pengikutnya untuk melakukan jihad melawan dan membela masjid Al Aqsa. "Masjid Al Aqsa merupakan garis merah, dan kami tak akan tinggal diam menghadapi serangan terhadap masjid Al Aqsa," ujar kedua organisasi ini seperti diberitakan oleh Times of Israel.

Rekaman video dan foto yang menjadi viral menunjukkan kesadisan pemerintah Israel menghadapi aksi warga Palestina. Mulai dari penembakan gas air mata dan peluru karet secara brutal, pembubaran paksa, hingga mengusir dengan kasar dan menendang warga Palestina yang sedang salat.

Selanjutnya, Kecaman Dunia

Kecaman Dunia

Ketegangan dan aksi represif militer Israel mendapat kecaman dunia internasional. Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz dilaporkan meminta para pejabat Amerika Serikat untuk mendesak Israel agar segera membuka kembali masjid Al Aqsa.

Sementara itu, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah mengeluarkan pernyataan yang mengutuk tindak kekerasan itu. Tak cukup hanya mengutuk, pemerintah Indonesia juga melakukan percakapan dengan Menteri Luar Negeri Yordania Nasser Judeh.

Raja Abdullah II dari Yordania adalah penjaga masjid Al Aqsa. Indonesia meminta Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berada di Timur Tengah memberikan tekanan pada Israel.

Melalui sebuah pernyataan, Uni Eropa meminta agar Israel dan Yordania melakukan upaya untuk mengurangi ketegangan dan menemukan solusi yang menjamin keamanan publik dan mempertahankan status quo. Pernyataan yang hampir sama juga disampaikan oleh Gedung Putih.

Sementara itu, pejabat di Washington mengatakan, Presiden Donald Trump segera mengirimkan utusan untuk menghentikan ketegangan di situs suci tersebut.

Aksi kekerasan Israel di masjid Al Aqsa berdampak. Kedubes Israel di Yordania ditembaki orang tak dikenal. Dua warga setempat tewas dalam aksi tersebut. Pihak keamanan Yordania belum memberikan konfirmasi resmi terkait siapa pelaku penembakan itu. Aksi brutal ini dikhawatirkan meluas di negara lain.

Kompleks masjid Al Aqsa yang berada di wilayah Yerusalem Timur diklaim sebagai tempat suci oleh tiga pemeluk agama, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen. Kompleks ini juga memiliki nama lain, yaitu Haram al Sharif.

Di kompleks ini terdapat masjid Al Aqsa dan Dome of the Rock atau kubah batu. Seluruh area ini berada dalam tembok kota tua Yerusalem. Di pintu masuk menuju kota tua inilah, yang disebut Lion Gate, yang dipasangi detektor metal oleh pemerintah Israel.

Konflik Israel dan Palestina ibarat konflik ‘abadi’. Dua kelompok agama ini seperti kesulitan menemukan sumber untuk menciptakan damai di wilayah suci itu.

Tawaran solusi dua negara atau two state solutions yang pernah disampaikan oleh Organisasi Konferensi Islam, PBB, dan negara-negara lain tak pernah mendapat tanggapan. Namun, pertikaian, konflik, hingga perang besar terus terjadi.

Ratusan, mungkin ribuan nyawa telah menjadi korban dari konflik abadi tersebut. Konflik harus segera dihentikan dan menciptakan damai di Yerusalem, tanah yang dijanjikan.