Andrian Ishak, Pelopor Molecular Gastronomy di Indonesia
- Istimewa
VIVA – Molecular gastronomy, atau gastronomi molekuler bisa dibilang memang belum begitu populer di Indonesia. Padahal, teknik memasak ini sudah memiliki nama yang cukup besar di dunia kuliner internasional.
Bagi yang belum pernah mendengar, molecular gastronomy sebenarnya merupakan cabang ilmu yang mempelajari transformasi fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak dan fenomena sensori saat makanan itu dikonsumsi.
Dalam teknik memasak ini, digunakan metode ilmiah untuk memahami dan mengendalikan perubahan molekuler, fisiokimiawi dan struktural yang terjadi pada makanan pada tahap pembuatan dan konsumsi.
Nah, beberapa tahun belakangan, tren molecular cooking, atau seni memasak molekuler dianggap sebagai perkembangan paling menarik di dunia kuliner. Banyak chef, atau juru masak yang mulai menggunakan teknik tersebut sebagai cara baru menyajikan makanan kepada para pelanggan.
Tak jarang makanan yang tercipta dari teknik tersebut menjadi nge-hits, seperti es krim instan yang dibuat menggunakan nitrogen cair dan kaviar palsu dari natrium alginat dan kalsium klorida.
Meski belum sepopuler di luar negeri, namun teknik molecular cooking juga ada di Indonesia. Andrian Ishak, adalah orang yang mempelopori teknik memasak tersebut di Tanah Air. Bahkan, bisa dibilang bahwa ia adalah satu-satunya chef beraliran molecular gastronomy di Tanah Air.
Meski tak punya latar belakang pendidikan di bidang kuliner, namun Andrian sukses memperkenalkan teknik molecular cooking kepada para foodie, atau penggemar kuliner di Indonesia.
Ia juga membuka sebuah restoran unik yang memiliki konsep lain daripada yang lain. Untuk makan di restoran yang dinamakan Namaaz ini, pengunjung juga tidak bisa langsung datang, melainkan harus melakukan reservasi lebih dulu. Restoran tersebut juga tak punya papan nama, lho.
Menariknya lagi, pria yang juga punya kecintaan yang besar terhadap dunia musik itu tidak meniru hidangan-hidangan fancy ala Barat yang dibuat dengan teknik molecular cooking seperti di luar negeri. Andrian justru mengaplikasikan teknik tersebut ke dalam masakan-masakan khas Indonesia.
Belum lama ini, VIVA berkesempatan berbincang-bincang dengan Andrian mengenai aliran molecular gastronomy dalam dunia kuliner, yang ternyata menurutnya lebih tepat disebut molecular cooking. Andrian juga bercerita soal restoran miliknya dan hal-hal lain seputar molecular cooking. Berikut, wawancara lengkapnya:
Sebelum menjadi chef, apakah Anda pernah menempuh pendidikan di bidang kuliner?
Pendidikan sebenarnya enggak ada hubungannya dengan makanan. Saya ambil administrasi di Bandung, administrasi perhotelan. Ada hubungannya sih, tetapi bukan masak.
Sebenarnya apa sih molecular gastronomy?
Sebenarnya, term itu bukan molecular gastronomy yang benar. Cuma, media itu emang senang kata-kata itu. Kayaknya sciencetific banget. Sebenarnya, lebih ke molecular cooking sih, karena saya bukan scientist. Bedanya molecular gastronomy itu dipakai scientist yang fokusnya ke makanan. Kayak proses kimiawi yang terjadi saat proses masak itu apa aja. Sebenarnya, beda banget antara scientist dan chef yang fokus di molekular ini. Scientist itu they do food for the sake of science. Kalau saya kebalikannya, we do science for the sake of food. Jadi, enggak terlalu penting buat kita teori itu, teori itu penting untuk meng-enhance dining experience, enhance tekstur dan segala macam.
Bukan saya sendiri sih, chef-chef lain juga banyak yang tidak sependapat dengan term itu. Itu buat scientist, kita bukan scientist.
Dari mana asalnya molecular cooking?
Mindset-nya itu progressive cooking. Jadi, cara berpikir terhadap suatu makanan, atau teknik masak yang baru. Yang lebih open minded dan menerima hal yang tidak biasa dipakai di dunia kuliner, kayak cara masak menggunakan ini itu, segala macam dan rasanya enggak bisa didapat dengan conventional cooking.
Kalau di luar negeri, bagaimana perkembangan molecular cooking?
Jadi, scientific approach di makanan itu udah lama, mungkin dari 40-50 tahun lalu. Maksudnya gini, pada saat scientist bikin microwave, itu juga udah termasuk hitungannya scientific approach. Gimana manasin makanan dengan teknik seperti itu. Di industri makanan sudah lama dipakai, misalnya kalau ke supermarket, bahan-bahan itu sebenarnya sudah dipakai lama, (misalnya) untuk bikin milk powder. Orang tahu pakainya doang, padahal bikinnya ribet dan approach-nya scientific juga. Sebenarnya itu udah lama. Cuma dimasukkin ke industri restoran belum lama.
Mulai kapan?
I think, 10-15 tahun lalu di luar (negeri) ya.
Kalau di Indonesia sejak kapan?
Katanya, sih sejak Namaaz ada.
Kapan Anda pertama kali belajar memasak?
Waktu kecil sih, kelas 5 SD.
Berikutnya, kapan terjun ke dunia masak>>>