Siap-siap Naik Becak Lagi di Ibu Kota

Penarik becak di Tanah Tinggi, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Irwandi Arsyad

VIVA – Sekitar tujuh penarik becak mangkal di pertigaan Jalan Tanah Tinggi 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat. Satu di antara mereka lantas berangkat lantaran mendapat penumpang. Tak lama berselang, seorang pengemudi becak lainnya datang setelah mengantar penumpang.   

Hilir mudik becak mewarnai kawasan Tanah Tinggi tersebut. Para penarik becak tetap eksis meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang becak beroperasi di Jakarta. Larangan itu berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. “Mau gimana lagi, penghasilannya dari situ,” ujar Sugeng, seorang penarik becak kepada VIVA, Rabu, 17 Januari 2018.

Sugeng bersama sekitar 14 orang lainnya menggantungkan hidup dari menarik becak. Dengan tarif Rp10 ribu hingga Rp15 ribu sekali narik, ayah lima anak ini bisa mengantongi pendapatan Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per hari. Penghasilan itu diperolehnya dengan melakoni jam kerja dari pukul 04.00 WIB hingga 16.00 WIB, diselingi dua kali istirahat.

Selama narik becak, setidaknya sudah empat kali becaknya dirazia dan tak dikembalikan. Kini, pria yang narik becak sejak tahun 1980 itu mendukung jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengizinkan becak beroperasi kembali. “Sangat setuju dengan becak dibolehkan lagi. Lagian kami juga enggak ke jalan raya, di lingkungan sini aja,” ujarnya.

Rencana mengizinkan becak kembali mengaspal di Ibu Kota mencuat Minggu, 14 Januari 2018. Adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang mengemukakan hal tersebut, saat meresmikan persiapan program community action planning atau CAP di 16 kampung, di kawasan Waduk Pluit, Jakarta Utara.

Program CAP  merupakan bagian dari kontrak politik Anies dan pasangannya Sandiaga Uno sewaktu berkampanye, dalam gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017. Salah satu bagian kontrak itu terdapat janji untuk mengakomodasi becak agar beroperasi di rute tertentu di Jakarta.

"Bagian community action plan ini mengatur agar abang becak bisa  beroperasi di rute yang ditentukan untuk angkutan lingkungan. Buat  becak bisa ikutan sejahtera di kota ini," ujar Anies.

Kontrak Politik

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sanidaga Uno juga mengakui hal itu. Dia bersama Anies berusaha menepati kontrak politik yang telah dibuat selama kampanye. 

Tak hanya Anies-Sandaga, kontrak politik serupa juga dijanjikan pemerintah sebelumnya. Namun Sandiaga tak menyebutkan siapa gubernur tersebut. “Jadi ini yang lagi coba kami tunaikan sebagai bentuk satu kesatuan," katanya di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018.

Nantinya, pengoperasian becak akan dibuat seperti angkutan lingkungan (angling). Hal itu untuk meningkatkan nilai pariwisata, juga dapat menghasilkan lapangan kerja baru bagi warga Ibu Kota. Pemprov DKI Jakarta akan mematangkan rencana tersebut sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. 

Saat ini, berdasarkan survei yang dilakukan Dinas Perhubungan bersama dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) pada 7-8 November 2017, terdapat 314 becak di Jakarta. Sejumlah 173 becak masih beroperasi, sementara 141 lainnya mangkrak lantaran rusak.

Ratusan becak itu beroperasi di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Di antaranya di Jakarta Utara yaitu di Koja, Teluk Gong, Muara Baru, Luar Batang; di Jakarta Timur yaitu di Cakung dan Pasar Enjo. "Pemantauan kemarin (becak) hanya (beroperasi) di lingkungan terbatas," ujar Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, kepada VIVA, Rabu, 17 Januari 2018. 

Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota Eni Rochayati bersyukur rencana pengoperasian becak diakomodasi Pemprov DKI Jakarta. Soal becak tersebut merupakan salah satu usulan yang menjadi bagian kontrak politik dalam program Pemprov DKI. "Alhamdulillah program yang kami gulirkan diakomodir dalam APBD DKI 2018, artinya tinggal selangkah lagi," ujarnya.

Tambah Macet

Soal rencana kehadiran becak kembali,  Ellen Tangkudung, pengamat Transportasi dari Universitas Indonesia, tak setuju. Sebab, pertimbangannya yang lebih ke arah penggunaan dinilai tidak terlalu memengaruhi transportasi sekarang. 

“Artinya kalau dikatakan itu membantu atau mengangkat barang-barang, terbatas juga itu. Kondisinya seperti itu. Ada alternatif lain yang lebih bagus, bajaj misalnya,” ujarnya saat dihubungi VIVA, Rabu, 17 Januari 2018.

Tak hanya itu. Saat ini, becak sudah dilarang dan tidak ada dalam pola transportasi makro di DKI Jakarta. Jika diizinkan kembali maka harus ada perubahan rencana induk transportasi. Keberadaan becak itu juga dianggap bisa mengganggu transportasi lainnya. Sebab, becak mencari pangkalan dan ngetem di jalan. “Itu akan mengganggu, bisa menambah titik kemacetan,” ujar Ellen.

Anggapan becak menimbulkan kemacetan juga menjadi landasan Pemprov DKI melarang angkutan roda tiga itu. Selain macet, becak pun dinilai tak manusiawi lantaran ada eksploitasi manusia atas manusia lainnya.

Menilik sejarahnya, becak sudah dilarang sejak Gubernur DKI Ali Sadikin pada era 1970-an. Kebijakan itu diteruskan oleh gubernur-gubernur berikutnya. Bahkan era 1980-an, pada zaman Gubernur Wiyogo Atmodarminto misalnya, becak dirazia besar-besaran. Bangkai becak dibuang ke laut untuk dijadikan rumpon atau tempat berkembang biak ikan.

Pada 1998, becak sempat dibolehkan beroperasi kembali oleh Gubernur DKI saat itu Sutiyoso. Pertimbangannya ketika itu lantaran bangsa Indonesia tengah dihantam krisis ekonomi. Namun, pada 2001, becak kembali dilarang. Larangan tersebut diteruskan gubernur selanjutnya hingga kini. (ren)