Kepincut Sheila on 7, "Ngebor" Fenomena Inul, Perempuan Jerman ini Bikin Alat-alat Musik Dawai Tradisional Nusantara Jadi Beken di Jerman

Weltkulturen Museum/W. Günzel
Sumber :
  • dw

Di seluruh dunia, manusia selalu bergerak. Saat mereka bergerak, mereka juga membawa serta gaya hidup, bahasa, dan budayanya, termasuk: musik. Sehingga sebagian budaya yang konon disebut 'otentik' bisa jadi sebenarnya 'diimpor' dari kawasan lain. "Perubahan di Dunia“: inilah yang menjadi tema besar pameran yang diselenggarakan di Museum Budaya Dunia, Weltkulturenmuseum di Frankfurt, Jerman pada tahun 2020.

Dalam pameran di museum ini, pengunjung disuguhi berbagai alat musik tradisional dari berbagai negara. Alat musik tradisional Indonesia pun tidak ketinggalan. Kuratornya adalah Vanessa Von Gliszczynski, yang fasih berbahasa Indonesia dan mendalami etnografi musik. Ia bercerita: “Memang kami di Weltkulturenmuseum punya koleksi alat musik dari Indonesia yang cukup besar, bukan hanya alat dawai, tapi juga semacam drum, tifa, dan seterusnya. Kami juga punya gamelan. Waktu kami mau membuat pameran tentang perubahan di dunia dan bagaimana beberapa budaya bercampur, ternyata alat musik dawai sering ‘semacam‘ diimpor dari luar negeri ke Indonesia dan dijadikan sesuatu yang khas Indonesia, seperti sitar misalnya datang dari dunia Arab, sekitar abad ke-15.”

Yang membuat Vanessa kagum, adalah ada banyak alat dawai yang terintegrasi ke dalam budaya Indonesia dan menjadi alat instrumen yang spesial. ”Saya sendiri juga suka main gitar. Jadi saya punya ketertarikan tersendiri pada alat musik itu,“ ungkap Vanessa yang mengaku belajar Bahasa Indonesia dari lagu-lagu band-band terkenal di Indonesia.

Alat musik dawai tradisional Indonesia menurut Vanessa begitu beragam. Alat musik dawai dari Flores disebut reba, terbuat dari batok kelapa dan bentuknya kecil, ”Sementara yang dari Jawa sangat mewah kalau kita bandingkan. Ada lagi alat musik dawai dari Israel, Israel-Arab, itu terbuat dari kulit kambing. Jadi beda sekali, tapi itu yang menarik ada karakter tersendiri.“

Di museum ini juga ada alat musik gambus dari Palembang dan Pulau Seram yang terbuat dari kayu. Vanessa bercerita: “Yang dari Palembang memakai hiasan macam-macam, berwarna-warni, sementara yang dari Seram itu, simple sekai, hanya dari kayu. Yang saya paling suka adalah alat musik dari bambu. Kalau dari dari Sunda, disebut celempung. Cuma satu bambu dengan dua dawai dan dipukul seperti sitar.“

Dari Inul ke UU Pornografi dan Pornoaksi

Ketika menyelesaikan studinya di Jerman, Vanessa menulis analisa tentang fenomena penyanyi dangdut Inul Daratista yang terkenal dengan ‘goyang ngebor‘. Menurut Vanessa fenomena ini sangat menarik, ia sempat bertanya-tanya mengapa isunya menjadi begitu besar ketika ada seorang penyanyi yang ia bandingkan dengan Shakira atau Jennifer Lopez, tarian Inul menurutnya tidak terlalu erotis.

“Waktu itu saya menganalisa antara hak asasi manusia dan kebebasan dengan kebudayaan Islam, bagaimana ketatnya. Banyak aturan Islam yang diimplementasikan di Indonesia secara pelan-pelan. Yang sangat terkenal yaitu Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, yang pada masa Inul Daratista masih RUU, karena tekanan pihak Islam konservatif sangat kuat. Dan diimplementasikan menjadi undang-undang, dan efeknya besar bagi bidang kebudayaan. Kita semua tahu, bahwa ada beberapa orang prominen yang menjadi ‘korban’ seperti Ariel Peter Pan,“ tandas Vanessa. Menurut Vanessa diskusi tentang musik merefleksikan kehidupan di dalam masyarakat pada umumnya.

Saat undang-undang Pornografi disahkan, Komisi Nasional Perempuan menilai banyak efek yang merugikan kaum perempuan akibat diterapkannya undang-undang tersebut. Dalam kajiannya, Komnas Perempuan menilai, Undang-Undang Pornografi masih belum cukup untuk digunakan sebagai dasar hukum melindungi para korban kekerasan seksual, bahkan rentan mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan seksual menjadi pelaku pornografi. Oleh karena itu menurut Komnas Perempuan, diperlukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang akan mengoreksi kekeliruan dalam Undang-Undang Pornografi agar korban kekerasan seksual memperoleh keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.

Nama anak perempuan diambil dari judul lagu Dewa

Tergila-gila dengan musik Indonesia membuat Vanessa bisa menyanyikan berbagai lagu yang dibawakan oleh band-band di Indonesia. Konser pertama yang ia saksikan di Indonesia adalah Sheila on 7. “Saya pertama kali dengar di Indonesia, saya dengar Sheila on 7 live di konser, wah hebat….” Ujar Vanessa sambil tertawa mengenang pertama kali ia belajar berbahasa Indonesia lewat lagu-lagu dari nusantara yang ia pelajari untuk dinyanyikannya.

Vanessa juga suka sekali dengan grup musik Dewa 19. Sampai-sampai nama putri pertamanya, Kirana, diambil dari lagu grup musik papan atas nusantara itu. Selain itu ia juga menggemari lagu-lagu Peter Pan yang saat ini berganti nama menjadi Noah. Grup musik nusantara yang ia suka juga adalah Naif dan D’Massiv. “Namun saya juga sangat suka musik-musik daerah, dari Maluku terutama, ya, serta lagu-lagu tradisional seperti Bengawan Solo yang agak keroncong, begitu,“ pungkasnya.

Kecintaannya pada musik nusantara kini terus berkembang dengan terus menggali kekayaan seni musik tradisional Indonesia yang diperkenalkannya ke tatanan internasional pada umumnya dan Jerman pada khususnya.