Nusa Kambangan (VI)

Sumber :

VIVAnews - Di Nusa Kambangan ada 9 penjara yang dibangun pada kurun waktu berbeda. Yaitu Permisan dibangun tahun 1908, Nirbaya dibangun tahun 1912, Karanganyar  dibangun tahun 1912,  Batu dibangun tahun 1925, Karangtengah  dibangun tahun  1928,  Gliger dibangun tahun  1929, Besi dibangun tahun  1929, Limusbuntu dibangun tahun  1935, Kembangkuning  dibangun tahun  1950.

Pemerintah Republik Indonesia hanya membangun satu penjara dan selebihnya dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penjara Karangtengah memang tidak seseram seperti apa yang kami bayangkan sebelumnya, sebuah penjara yang kokoh bertembok tebal, berpagar tinggi dan berlapis-lapis. Jauh dari kesan penjara Alcatraz yang terletak di pulau "setan" di lepas pantai San Francisco, Amerika.

Pulau Nusa Kambangan ini luasnya hanya 124 kilometer persegi, atau kalau panjang pulau 21 km maka lebarnya hanya 6 km dan dipisahkan dari pulau Jawa dengan sebuah selat selebar dua kilometer.

Bayangan saya sebelumnya, Nusa Kambangan hanya memiliki satu penjara besar yang kokoh, ternyata keliru. Kalau melihat penjara seperti Karang Tengah, narapidana yang nekat bisa saja melarikan diri dan tidak terlalu sulit, kemudian berenang dari pantai di depan penjara dan menyeberang ke Jawa.

Bagi kami tapol-tapol Banten, kehidupan dari "beradab" kembali ke "tidak beradab" dengan hidup dalam bangsal, mandi diruang terbuka, bisa buang hajat besar sambil ngobrol dengan teman yang tiduran. Tetapi kejutan yang lebih terasa adalah dari segi makanan. Selama di Banten kami memang mendapat jaminan dari Korem, walaupun untuk tapol berasnya buruk dan  pembagiannya sering terlambat, tetapi di Nusa Kambangan ini jauh lebuh buruk.

Kami mendapat jatah makan dua kali sehari,pagi dan sore. Silahkan anda mengatur sendiri waktu makannya. Setiap kali kami harus antri panjang berderet, membawa piring logam yang tidak jelas lagi bentuknya,untuk "nyadong". Kalau untuk sarapan pagi, begitu dapat cadong yang langsung dihabiskan sampai tandas tanpa sisa. Giliran makan malam.silahkan atur kapan mau disantap.

Kalau dimakan terlalu cepat,jangan-jangan jam 20.00 atau jam 21.00 sudah lapar lagi dan sulit tidur. Kalau dimakan terlalu malam, perut sudah menagih minta diisi. Bagi tapol yang bisa mencari tambahan makan, jelas tidak jadi masalah, tetapi mereka yang tinggal di bangsal dan tidak kerja diluar tentu jadi masalah tersendiri.

Saya acungi jempol inisiatif tapol asal DKI Jakarta yang bernama Naibaho (kata teman-teman DKI Jakarta dia mantan wartawan koran Harian Rakjat). Dia mengumpulkan sumbangan sukarela yang dalam bahasa Jawa disebut "jimpitan" - sejimpit nasi dari siapa saja yang sukarela mau merelakan jatah makannya.

Beberapa tapol memang secara tetap bisa makan kenyang dan kadang juga membawa makanan dari luar. Mereka adalah tapol Jateng penghuni bangsal ujung kiri (1 dan 2) yang sudah memiliki hubungan akrab dengan keluarga petugas penjara. Tapol-tapol ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga dalam arti sebenarnya, menimba mengisi bak mandi, membelah kayu bakar untuk memasak, mencuci pakaian seluruh penghuni rumah dan sebagainya.

Tetapi jumlah tapol semacam ini tidak banyak karena rumah tangga petugas penjara juga tidak banyak. Kalau melihat dari balik pagar penjara kearah bawah (halaman penjara letaknya lebih tinggi), maka kelihatan beberapa rumah petugas penjara yang harus tinggal di kompleks sekitar penjara. Jumlahnya tidak banyak

Tapol harus bekerja setiap hari dan libur dihari Minggu. Pekerjaan yang paling banyak berpeluang menambah makan adalah dikebun, dimana ada tanaman jagung atau singkong. Dan tapol sudah tahu cara mencuri makanan. Paling mudah dan sulit dilacak adalah mencuri singkong, sebagian direbus dan dimakan diluar, sebagian untuk dibawa pulang ke bangsal.

Tetapi jumlahnya tidak banyak, bahkan boleh disebut sangat sedikit. Singkong digali, diambil satu batang yang terbesar, dikupas dan kulitnya ditimbun kembali. Jadi kalau dilihat tanamannya, orang tidak akan menyangka bahwa yang tinggaladalah batang-batang yang tegak dan umbi dibawah tanah sudah tinggal sisa-sisa saja.