Cinta yang Tak Biasa

Ilustrasi cinta.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Cinta. Siapa yang tak mengenalinya? Sapaan cinta bukanlah istilah baru yang kita dengar. Namun, sapaannya kerap kali menjadi perbincangan hangat khususnya bagi para remaja. Cinta memang tidak memiliki dimensi masa maupun ruang. Perbincangannya kerap kali tentang perempuan dan laki-laki. Selain itu, cinta diharuskan memiliki dimensi waktu supaya tidak kebablasan dalam bercinta.

Dilihat dari literaturnya, cinta dalam bahasa Arab disebut Mahabbah yang memiliki arti secara mendalam. Sebagian dari mereka memberikan definisi yaitu tentang suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang berwujud. Cinta memiliki sifat universal. Namun, apapun objeknya  cinta akan selalu berkaitan dengan pembuktian.

Mahabbah hanya terbatas kepada Tuhan yang tidak dilandasi perasaan-perasaan lain yang dapat menghilangkan hakikat tentang mahabbah itu sendiri. Ada pula yang berpendapat bahwa cinta tidak bisa didefinisikan secara etimologi maupun terminologi. Keberadaannya hanya cukup dirasakan. Sebab cinta urusan hati dan hati urusan Ilahi. Seperti Mahabbah-nya salah satu tokoh tasawwuf perempuan, Rabi’ah al-Adawiyah. Perasaan cintanya pada yang Maha Esa tidak didasari oleh apapun atau tidak disebabkan oleh apapun. Hanya perasaan yang tulus dalam dirinya yang secara keseluruhan diserahkan kepada-Nya.

Ketulusan cinta Rabia’ah kepada-Nya meniadakan kepada yang lainnya. Terbukti ketika banyaknya pria yang melamar, namun Rabi’ah enggan membagi cintanya. Ketulusannya juga diungkapkan dalam doanya bahwa dia rela dibakar api neraka jika dia menyembah Tuhan karena takut api neraka. Dan jika dia menyembah Tuhan karena surga-Nya, maka dia rela dijauhkan dari surga-Nya. 

Cinta dimiliki oleh setiap manusia. Entah kepada Tuhan maupun kepada sesamanya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokoh tasawwuf, Jalaluddin Rumi yang mengatakan, “Kematian terburuk adalah hidup tanpa cinta”. Sehingga cinta itu harus dijalani dan dinikmati tanpa berinisiatif tak ingin hidup dengan cinta. Karena kodratnya cinta itu pemberian dan tidak bisa dihalangi oleh setiap manusia. Substansi dari cinta akan kembali pada yang memberi keindahan.

Tidak jarang dari kalangan pemuda yang mengaplikasikan istilah cinta dalam bentuk pacaran. Sehingga saat ini mereka menganggap jika tidak punya pacar maka menjadi “aib”. Padahal, bukan berarti menyandang status jomblo itu tidak laku. Namun, bisa jadi mereka mawas diri agar terhindar dari perilaku hubungan yang berlebihan. Karena cinta tidak harus disalurkan melalui pacaran.

Ada doktrin yang cukup popular di kalangan santri bahwa dia yang menyimpan cintanya maka konon dikatakan syahid. Mencintai dan dicintai merupakan tindakan yang sadar. Keberadaaan cinta dalam diri adalah fitrah maka janganlah kita mengesampingkan. Bukankah cintaNya adalah sesuatu yang suci? Jika cinta salah pemahaman maka nilai cinta sebagai fitrah dan anugerah akan meluntur. (Tulisan ini dikirim oleh Lutfiyah, Sumenep)