Pasangan Tuna Netra Mengagumkan

Pasangan tuna netra, Pak Agus dan Ibu Maryam.
Sumber :

VIVA.co.id – Ada sepasang tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat. Saya tidak tahu pasti sejak kapan mereka pindah ke daerah tempat saya tinggal. Yang saya tahu, sejak kecil saya sudah tahu dan kenal nama itu. Iya, nama itu adalah Agus Maryono dan Maryam. Pasangan tuna netra yang gigih berjuang layaknya orang yang sempurna secara fisik.

Sepasang suami istri tuna netra itu mempunyai tiga orang anak. Ketiga anaknya  sudah menikah dan mempunyai anak. Sebagai orang tua yang mempunyai keterbatasan, mereka dapat dikatakan telah membesarkan anak-anaknya dengan baik.

Tanpa melihat kekurangan yang ada pada dirinya, Pak Agus dan Ibu Maryam mampu melakukan pekerjaannya sehari-hari seperti memasak, mencuci, bahkan bermain catur pun ia sanggup. Pekerjaannya adalah sebagai tukang pijat. Nama mereka cukup terkenal di daerah saya. Bahkan mereka dapat dikatakan sebagai tukang pijat yang handal.

Kekurangan yang dialami mereka adalah salah satu bentuk motivasi bagi orang-orang yang normal pada umumnya. Jangan pernah meremehkan mereka. Karena pernah ada kasus pada saat Pak Agus bermain catur. Saat itu lawan mainnya curang, dengan cara memanfaatkan kekurangan Pak Agus. Lawannya mengambil anak pion. Tetapi tiba-tiba Pak Agus berkata, “Hey, jangan menghina saya. Saya tahu kamu barusan mengambil pion saya di sebelah kanan.” Lawannya pun kaget dan meminta maaf.

Lalu ada lagi kasus yang kedua. Saat itu Pak Agus sedang membeli sesuatu di warung. Dan pada saat pemilik warung memberikan uang kembaliannya, tetapi ternyata jumlahnya kurang, Dengan hanya meraba, Pak Agus bisa mengetahui kalau kembaliannya itu kurang.

Pasangan tuna netra ini walau hidup memiliki kekurangan tetapi seakan mereka seperti orang yang hidup secara normal. Pasangan  suami istri tuna netra ini jika dilihat secara fisik memang terlihat kasihan, tetapi mereka tidak mau jika dikasihani.

Walaupun mereka tidak sempurna seperti yang lainnya, tetapi pasangan tuna netra ini tidak pernah terlihat sedih dan murung. Walau hanya sebagai tukang pijat, tetapi hidupnya selalu berkecukupan. Karena Pak Agus dan Ibu Maryam orang yang selalu bersyukur dan menerima tanpa meminta. (Tulisan ini dikirim oleh Firmansyah Buchori dan Iis Iskandar, mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta)