Mari Belajar dari Kasus Ahok

Usai Divonis, Ahok Langsung Ditahan di Rutan Cipinang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Setelah menunggu proses hukum kasus penistaan agama, ternyata di balik kasus ini banyak pelajaran yang harus kita petik. Terutama bagi mahasiswa hukum dan juga pelajaran bagi bangsa tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang dibungkus oleh nilai-nilai kebhinekaan.

Baru saja kita menyaksikan jika Basuki T. Purnama divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ia dinyatakan oleh hakim terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Putusan ini tentunya tak begitu saja diterima oleh pihak Ahok. Melalui diskusi singkat, maka Ahok ketika ditanya oleh hakim apa langkah selanjutnya ia pun menyatakan banding.

Dari kasus yang menimpa Ahok, bangsa ini harus belajar banyak hal. Di antaranya makna keadilan dan politisasi yang mengatasnamakan agama. Ketika semua orang sibuk berdebat tentang menggunakan atau tidak menggunakan kata “pakai” dalam pidato Basuki T. Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu, tapi tidak semua orang disibukkan dengan bagaimana menjadi panutan bagi dirinya sendiri dengan berlaku adil terhadap sesama dan tetangga. Jika Ahok dinyatakan menistakan agama, sedangkan koruptor-koruptor justru dibiarkan oleh kau yang mengaku agamis.

Mari kita sama-sama melihat persoalan secara bijak dan lebih obyektif dengan tidak gampang terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Yang bisanya hanya punya pesan politik yang sengaja atau tidak sengaja tersirat dalam setiap pergolakan bangsa ini.

Ahok dipenjara atau tidak bukanlah ukuran hukuman. Tetapi bagaimana kita bisa menilai apakah keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia itu sudah terlaksana? Ahok hanyalah bagian dari keadilan, saat ayat-ayat Tuhan yang suci justru banyak dipakai oleh para pengobral janji-janji manis untuk memuluskan kepentingannya.

Memang benar jika Ahok dipenjara tujuannya adalah untuk memberi peringatan bagi para penista agama untuk tidak coba-coba dengan persoalan agama yang cenderung sensitif dan bisa mengakibatkan kemarahan yang tak seharusnya ada dalam agama. Tetapi marah bukanlah sifat-sifat yang diajarkan oleh agama. Sementara memberi maaflah sifat-sifat yang dianjurkan oleh agama. (Tulisan ini dikirim oleh Abdul Rasyid Tunny, Makassar)