Komunikasi dan Kolaborasi Pelajaran dari Kantor Bersama KPBU Republik Indonesia

Indra Pradana Singawinata Ph.D, SVP Divisi CEO Office PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
Sumber :
  • vstory

VIVA - Pembangunan infrastruktur berskala nasional; membutuhkan banyak unsur penting di dalam mewujudkanya. Perencanaan yang matang, pendanaan yang kuat, komitmen seluruh stakeholders serta pengambilan keputusan yang tepat adalah sebagian contoh dari unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam pembangunan infrastruktur.

Bahkan untuk mewujudkanya, secara legalitas pemimpin tertinggi negeri, yaitu Presiden Jokowi sampai mengesahkan payung hukum pembangunan infrastruktur berskema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU); melalui Perpres no 38 tahun 2015.

Skema KPBU sendiri merupakan sebuah skema pendanaan pembangunan infrastruktur yang melibatkan pihak swasta/BU untuk dapat menginvestasikan modal/dana mereka ke dalam proyek-proyek infrastruktur milik pemerintah dalam jangka panjang.

Keunikan dari skema KPBU ini adalah pada pembagian risiko (risk allocation) yang telah ditentukan di awal perencanaan proyek sebelum kedua belah pihak; pemerintah dan swasta/BU (investor); bertandatangan. Pihak pemerintah yang memiliki proyek infrastruktur disebut Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), sedangkan pihak investor yang menjadi mitranya disebut Badan Usaha Pelaksana (BUP).

Fokus dari tulisan ini akan menitikberatkan pada bagaimana para stakeholders utama di dalam ekosistem KPBU ini secara terus menerus bekerjasama dan berkolaborasi mencari bentuk dan wadah terbaik dalam usaha mendorong percepatan pembangunan infrastruktur dengan memaximalkan skema KPBU yang telah ada.

Dan dalam tulisan ini, saya akan menggunakan pertengahan 2015 – sekarang sebagai frame waktu dalam tulisan karena berkaitan dengan awal saya dikenalkan oleh DR Emil Elistianto Dardak (Wagub Jatim) ke dunia KPBU.

Stakeholders utama ekosistem KPBU yang dimaksud di sini adalah terdiri dari 7 Kementerian Lembaga; yaitu Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim dan Investasi, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, LKPP dan BKPM serta terlibat secara aktif 1 Special Mission Vehicle (SMV) Kemenkeu yang bertindak sebagai Badan Usaha Penjaminan Indonesia (BUPI) PT Penjaminan Infrastruktur Infrastruktur (PT PII) – Persero.

Setelah melalui proses dan perjuangan yang panjang, pada bulan Maret 2016 beberapa proyek KPBU mulai berhasil diwujudkan; ditandai dengan penandatanganan kontrak KPBU yang dilakukan di Istana Negara.

Disaksikan secara langsung oleh Presiden Jokowi, 5 proyek KPBU jalan tol dan 1 proyek KPBU Central Java Power Plant (CJPP) resmi ditandatangani oleh para pihak yang berkontrak. Kementerian PUPR dan PLN keduanya mewakili pihak pemerintah selaku PJPK yang menandatangani kontrak KPBU dengan pihak investor (swasta dan BUMN).

Penandatanganan 6 proyek KPBU tersebut menjadi harapan cerah bagi para stakeholders utama KPBU bahwa skema KPBU ini telah diterima dengan baik oleh market. Yang sebelumnya meragukan skema KPBU ini menjadi mulai melirik dan bahkan akhirnya menyusul melakukan skema KPBU ini di sektornya masing-masing.

Kemudian di tahun yang sama November 2016; di kantor Kemenko Perekonomian; 3 proyek KPBU bidang telekomunikasi yaitu Palapa Ring (Barat, Tengah dan Timur) ditandatangani oleh Menkominfo bertindak sebagai PJPK dengan para investor. Saat ini proyek KPBU telah mencakup beberapa sektor; Jalan Tol, Telekomunikasi, SPAM dan Transportasi (Kereta Api).

Selama tahun 2016, proposal proyek KPBU mulai banyak diajukan oleh para calon PJPK kepada pemerintah pusat. Di sinilah beberapa tantangan mulai dirasakan oleh segenap stakeholders utama ekosistem KPBU, di mana para calon PJPK tersebut baik yang berada di level pusat (KL dan BUMN) dan daerah (Provinsi, Kab/Kota dan BUMD) tidak memiliki satu wadah bagi mereka untuk berkonsultasi tentang tata cara pelaksanaan skema KPBU secara lengkap dan menyeluruh.

Mulai dari tahap penyiapan proyek KPBU sampai dengan transaksi (lelang). Apakah peran dari masing-masing stakeholders utama dalam ekosistem KPBU pun masih perlu diperjelas peranan, tanggung jawab serta otoritasnya. Tantangan ini adalah suatu hal yang natural karena setiap stakeholders utama KPBU sejak awal hingga kinipun masih harus terus berimprovisasi dan berinovasi dari sisi penyempurnaan regulasi dan otoritas mereka yang mana telah diatur sebelumnya dalam peraturan kementerian dan sektor masing-masing.

Menjawab tantangan di atas; maka komunikasi dan kolaborasi antar stakeholders utama ekosistem KPBU guna menyelaraskan semua aturan yang ada adalah sebuah keniscayaan. Diperlukan sebuah wadah komunikasi dan koordinasi dari seluruh stakeholders ekosistem utama KPBU guna mempercepat proses penyiapan hingga transaksi proyek KPBU yang diajukan oleh seluruh calon PJPK.

Dengan menyadari hal tersebut, pada 17 Februari 2017 kembali di Istana Negara, Presiden Jokowi meresmikan pendirian wadah/forum komunikasi dan kolaborasi khusus KPBU; Kantor Bersama KPBU Republik Indonesia atau sering juga disebut dengan PPP Office Indonesia.

Saat pertama kali diadakan launching oleh Presiden pada tanggal di atas, anggota PPP Office Indonesia masih terdiri dari 4 Kementerian, 2 Lembaga dan 1 BUPI di bawah Kemenkeu. Kemenkomarves sendiri bergabung sebagai anggota PPP Office Indonesia pada awal 2020 guna memperkuat dan mendukung percepatan pembangunan skema KPBU sebagai fungsi debottlenecking terhadap isu-isu yang menghambat sebuah proses KPBU.

Bersekretariat di kantor PT PII selaku BUPI, PPP Office Indonesia sejak saat itu mulai berperan aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung percepatan proses KPBU.

Beberapa peranan penting yang dilakukan oleh segenap anggota PPP Office Indonesia adalah : 1. Memberikan guidance dan konsultasi awal kepada para calon pemain KPBU, 2. Melakukan scanning dan screening terhadap dokumen proposal calon proyek KPBU yang diajukan, 3. Melakukan pendampingan di tahap penyiapan proyek, 4. Melakukan sosialisasi dan capacity building terhadap calon pemain KPBU dan public, 5. Membantu PJPK dalam melakukan uji minat pasar terhadap proyek KPBU atau sering disebut dengan market sounding, 6. Debottlenecking terhadap isu atau hambatan terhadap proses KPBU.

Untuk kegiatan monitoring dan evaluasi rutin proyek dilakukan seminggu sekali; di luar meeting-meeting khusus yang topiknya berdasarkan request dari PJPK atau calon PJPK terhadap sebuah isu.

Dan untuk memperkuat dukungan serta komitmen dari top level dari setiap anggota PPP Office Indonesia, selama 3 bulan sekali diadakan Rapat Umum Eselon 1 PPP Office Indonesia guna mendapatkan arahan-arahan serta keputusan-keputusan baru dari setiap top level di institusi masing-masing. Ujungnya adalah penyelarasan aturan serta koordinasi atau bahkan revisi dari aturan di satu atau beberapa anggota PPP Office Indonesia guna memperlancar proses KPBU tersebut sampai dengan penandatanganan proyek.

Dari hanya 5 proyek yang diproses oleh PPP Office Indonesia di awal tahun 2017, hingga saat ini kurang lebih 50 proyek KPBU dalam pipeline PPP Office Indonesia. Dan secara lebih detail proyek-proyek KPBU yang masuk dalam monitor dan evaluasi PPP Office Indonesia dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu long list, short list dan ready to offer.

Dan hasilnya; sampai dengan saat ini 22 proyek KPBU telah ditandatangani (total nilai Rp 200 T) dengan tambahan PJPK baru – Kementerian Perhubungan dengan 2 proyek transportasi KPBU pertama di Indonesia; Kereta Api Makassar – Pare-Pare (2019) dan Bandara Labuan Bajo (2020).

Perlu digaris bawahi bahwa PPP Office Indonesia hanya sebuah wadah/forum komunikasi dan kolaborasi seluruh elemen yang terlibat dalam proses KPBU. PPP Office Indonesia tidak mengambil peran, tanggung jawab dan otoritas dari masing-masing anggotanya.

Posisi inilah yang justru membuat PPP Office Indonesia menjadi efektif dalam menyelesaikan isu-isu yang timbul; karena PPP Office Indonesia tidak mengintervensi apalagi mengambil tupoksi dari salah satu atau lebih anggotanya. Setiap isu yang timbul akan dibawa ke dalam forum monitoring dan evaluasi; kemudian untuk penyelesaiannya akan dilakukan oleh masing-masing anggota sesuai tupoksinya.

PPP Office Indonesia telah memberikan sebuah pelajaran bahwa dengan komunikasi dan kolaborasi yang baik dan didukung oleh komitmen dari masing-masing institusi terkait segala proses dalam percepatan pembangunan infrastruktur nasional sangat dapat direalisasikan. (Penulis: Indra Pradana Singawinata Ph.D, SVP Divisi CEO Office PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia – Persero)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.