Pertaruhan Pemulihan Ekonomi

illustrasi ://unsplash.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Alasan pemerintah manghapus limbah batu bara ( Fly Ash Bottom Ash) atau FABA yang merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara oleh PLTU sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) tentu sudah dipertimbangkan secara ilmiah.

Pemerintah juga menggambarkan bahwa limbah batu bara seperti di negara-negara Eropa tidak mempermasalahkan limbah batubara sebagai bahan berbahaya sehingga teknologi pemanfaatannya sudah dilakukan dan telah berkembang sangat pesat.

Bahkan limbah batu bara untuk contoh hal yang paling sederhana dilakukan adalah bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan seperti timbunan, konblok, dsb atau bahkan sebagai campuran bahan bangunan pengganti semen.

Namun pemerintah masih mengecualikan untuk FABA hasil limbah pembakaran batu bara dari metode pembakaran tungku industri untuk bahan baku konstruksi misalnya, masih dikategorikan sebagai limbah B3.

Dikarenakan pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan non PLTU tersebut masih dilakukan dengan temperatur rendah, sehingga sisa karbon yang belum terbakar di FABA nya masih tinggi, sedangkan untuk melakukan proses pengolahan limbah FABA tersebut membutuhkan biaya operasional dan perangkat yang sangat besar bagi perusahaan.

Kebijakan Peraturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan turunan dari Undang undang Cipta Kerja.

Peluang yang diperoleh

Dengan adanya penghapusan limbah FABA dari daftar limbah B3, selain akan menghemat operasional pembangkit listrik bagi PLN, sehingga juga akan mengurangi subsidi pemerintah untuk PLN, tentu akan memudahkan pemanfaatan limbah FABA oleh perusahaan menjadi barang bernilai dan berguna, karena bisa jadi selama ini pemanfaatan limbah batu bara oleh perusahaan terkendala karena limbah batu bara masih dianggap sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3).

Di samping itu tentu saja penghapusan limbah FABA dari daftar limbah B3 secara ekonomi akan berdampak positif bagi perusahaan industri pengolahan batu bara, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sektor industri pengolahan batu bara dan pengilangan migas di kwartal IV tahun 2020 secara year on year mengalami penurunan sebesar 11,96 persen, sementara secara kumulatif selama tahun 2020 sektor ini mengalami penurunan sebesar 6,81 persen .

Bisa jadi setelah peraturan pemerintah ini benar benar diberlakukan, maka pemulihan ekonomi dari sektor industri pengolahan batu bara khususnya, dapat dilakukan secara cepat dan akurat.

BPS juga menyebutkan bahwa nilai ekspor untuk komoditas batu bara pada kurun waktu 2020 mengambil peran sebesar 9,39 persen dari total ekspor non migas kita, dan komoditas batu bara merupakan komoditas ekspor paling dominan dalam ekspor non migas setelah kelapa sawit yang mempunyai nilai peran sebesar 11,90 persen dari nilai total ekspor non migas kita.

Tantangan yang akan dihadapi

Tentu pihak yang mengawal serta pemerhati lingkungan hidup, tidak serta merta menerima pemberlakuan peraturan pemerintah ini. Banyak pertimbangan atas kelestarian lingkungan serta keselamatan masyarakat disampaikan, kekhawatiran apabila pengawasan terhadap penggunaan limbah FABA ini tidak dilakukan secara sungguh sungguh, serta pengalaman saat FABA masih tergolong limbah B3 masih banyak perusahaan yang abai dengan dampak yang di timbulkan, apalagi jika limbah FABA dihilangkan dari daftar limbah B3.

Menjadi pertanyaan besar apakah dengan mempertaruhkan keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan sepadan dengan langkah pemulihan ekonomi secara makro?

Sedangkan kandungan partikel di dalam FABA dapat berdampak sangat buruk bagi manusia seperti kandungan merkuri, timbal, arsenik serta mineral logam lainnya, bahkan ahli berpendapat bahwa abu batu bara dapat meyebabkan penyakit yang menimbulkan kematian.

Tentu kita semua berharap langkah pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dari sektor manapun akan berjalan dengan baik, pertimbangan dari sisi kajian ilmu pengetahuan yang komperehensif serta pertimbangan kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat juga harus menjadi prioritas pertimbangan yang harus dilakukan.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.