Sampah: Ancam Bumi, Ancam Kehidupan

Tumpukan Sampah yang Semakin Meninggi, Source: Shutterstock
Sumber :
  • vstory

VIVA – Berbicara mengenai lingkungan, tidak jauh dari istilah sampah. Sadarkah kita jika sampah selalu menjadi permasalahan yang sulit ditangani? Ya, mungkin sebagian orang menyadari namun sebagian lainnya banyak yang masih tak acuh terhadap sampah ini.

Banyak video dokumenter di luar sana yang menanyakan pendapat masyarakat ketika mendengar kata ‘sampah’. Mayoritas menjawab sampah itu bau, kotor, jorok, menjijikan, dan membuat tak nyaman. Anggapan tersebut benar adanya. Bayangkan jika tempat tinggal kita berada di dekat pembuangan sampah, akankah kita dapat melakukan pekerjaan dengan nyaman tanpa terganggu dari bau tidak sedapnya sampah?

Kita tahu dan sadar bahwa sampah merupakan permasalahan yang cukup krusial di negara kita. Sampah akan terus ada selama manusia di bumi masih ada. Karena itu, dapat dibayangkan jumlah sampah yang dihasilkan oleh manusia di bumi ini akan terus meningkat.

Secara umum, sampah merupakan bahan buangan atau sisa yang sudah tidak dipergunakan lagi dan akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat.

Tak lengkap rasanya bila kita membahas sampah tanpa mengetahui kondisi sampah di negara kita saat ini. Indonesia memproduksi paling sedikit 64 juta ton sampah setiap tahunnya dan hanya 60?ri jumlah tersebut yang diangkut dan diproses di TPA. 10% didaur ulang, 30% lainnya dibiarkan mencemari lingkungan.

Pada tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi total produksi sampah nasional dapat mencapai 67,8 juta ton. Dari angka tersebut dapat diartikan setiap hari penduduk Indonesia menghasilkan sekitar 185.753 ton sampah.

Layaknya seorang manusia yang akan merasa kekenyangan apabila terlalu banyak makanan yang masuk kedalam tubuh, TPA sampah pun juga dapat overload ketika banyak tumpukan sampah yang menggunung dan terus masuk. Hal ini dapat tergambarkan oleh kondisi TPA Mandung di Kerambitan, Tabanan, Bali.

Pada tahun 2022, TPA Mandung ini sudah melakukan tiga kali penutupan sementara selama dua hingga tiga hari pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Penutupan Kembali TPA Mandung ini hanya berselang 20 hari sejak mulai beroperasi setelah dilakukan penutupan sebelumnya. Dilakukan adanya penutupan ini dikarenakan sampah yang berada di TPA Mandung sudah overload bahkan sampah ini sudah berceceran hingga ke jalan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada TPA Putri Cempo, Mojosongo, Solo yang sudah overload sejak 2010 lalu. Namun, TPA ini masih digunakan sebagai pusat pembuangan sampah lantaran tidak adanya tempat lain yang dapat digunakan untuk menampung sampah yang berada di Solo ini.

TPA Putri Cempo ini beroperasi sejak 1985, itu berarti sudah digunakan kurang lebih 37 tahun. Selama 37 tahun ini, gunung sampah di TPA Putri Cempo kian meninggi dan mengkhawatirkan. Ketinggian gunung sampah di TPA Putri Cempo sudah mencapai 28 meter dan mengancam aliran sungai di sekitar TPA ini ditutup karena dikhawatirkan akan mencemari air sungai jika sampah sudah masuk.

Jika kondisi TPA yang sudah mengalami overload, tidak menutup kemungkinan bahwa TPA dapat ditutup. Mari kita ambil contoh TPA Sukawinatan yang berlokasi di Palembang ini resmi ditutup pada 2019 karena daya tampung yang sudah tidak mencukupi.

Banyak sekali TPA yang sudah mengalami overload di Indonesia. Salah satu penyebab adanya gunung sampah yang overload di TPA adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk memisahkan sampah yang organik dengan sampah anorganik ketika membuang sampah.

Masyarakat yang tidak memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik ini tentunya menjadi penghambat dalam proses pengelolaan sampah mengingat kegiatan memilah sampah memang belum menjadi bagian dari budaya dan kebiasaan masyarakat kita.

Pengelolaan sampah di Indonesia sendiri mayoritas masih menggunakan metode pengolahan sederhana, yakni dengan dikumpulkan lalu dibuang ke TPA. Pemilahan sampah dilaksanakan ketika sampah berada di TPS atau Tempat Pembuangan Sementara oleh para pemulung, sehingga hasilnya tidak maksimal. Pengolahan dilanjut dengan pembakaran atau pengomposan dan daur ulang.

Pengolahan sampah yang tidak maksimal ini dapat menyebabkan dampak negatif berupa penyakit diare, kolera, tifus yang tersebar karena virus dari sampah, penyakit demam berdarah, penyakit jamur kulit, dan penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan karena sisa makanan atau sampah yang dimakan hewan ternak. Selain dampak kesehatan, tentu juga terdapat dampak terhadap lingkungan antara lain pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran tanah.

Pengolahan sampah yang tidak maksimal juga dapat menyebabkan suatu bencana yang merugikan kita. Kita dapat mengulas kembali peristiwa meledaknya TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat 17 tahun silam. Ledakan yang terdengar pada pukul 02.00 dini hari disertai hujan deras semalaman yang mampu meruntuhkan gunung sampah setinggi 60 meter di TPA Leuwigajah ini berhasil menghapus dua kampung sekaligus, yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.

Peristiwa ini menyebabkan 157 manusia yang harus kehilangan nyawa karena sampah, yang mana sebagian besar sampah ini dihasilkan oleh sesama manusia itu sendiri. Bandung yang kita kenal dengan peristiwa “Bandung Lautan Api” kala itu mendapat gelar baru, yakni “Bandung Lautan Sampah”.

Tentunya kita tidak ingin bila peristiwa ledakan TPA ini terulang kembali, mengingat TPA di Indonesia saat ini banyak yang sudah overload dan siap meledak kapan saja. Kita tidak dapat menyangkal bahwa sampah yang dihasilkan manusia setiap hari sangatlah banyak.

Terlebih dengan adanya fakta bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Hal ini jelas mendukung akan banyaknya sampah yang diproduksi, khususnya dari sektor rumah tangga. Oleh karena itu, kita dapat membantu mengurangi peristiwa sampah yang overload di TPA dengan memilah sampah organik dan anorganik sebelum membuang sampah.

Hal ini dapat memudahkan proses pemilahan sampah di TPS sebelum dibuang ke TPA. Jadi, jika bukan kita yang mulai gerakan untuk memilah sampah organik dan anorganik, lantas siapa lagi yang akan menjaga bumi ini? Yuk, mulai sekarang pilah sampah kita demi terciptanya lingkungan yang lebih baik lagi. (Penulis Dina Fatya)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.