Ekonomi RI 'Stagnan', Chatib Basri ungkap Biang Keroknya

Muhammad Chatib Basri.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA – Pengamat Ekonomi sekaligus mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, membeberkan penyebab ekonomi Indonesia selama beberapa tahun belakangan hanya tumbuh stagnan di angka 5 persen.

Forum Bisnis RI-Korea, Kadin Buka Peluang Kerja Sama Kendaraan Listrik

Ia membandingkan, pada 2017, Malaysia bisa tumbuh 6,2 persen, Filipina 6,9 persen dan bahkan Vietnam melebih angka 7 persen. Padahal, negara-negara tersebut awalnya ada yang memiliki angka pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari Indonesia.

"Yang jadi pertanyaan, Indonesia masih stagnan di 5 persen, mereka mengapa tumbuh melompat lebih cepat?," kata Chatib di sela-sela acara Mandiri Investment Forum 2018 di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu 7 Februari 2018.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Dia pun membeberkan, kunci negara tersebut bisa tumbuh melompat adalah karena berfokus pada pengembangan industri manufaktur. "Itu karena basisnya mereka itu adalah manufakturing mereka begitu cepat mengalami kenaikan," tegas dia.

Ia menjelaskan, Ekonomi Indonesia belum bisa lari dengan cepat disebabkan karena masih berfokus kepada sisi makro ekonomi. Untuk itu ke depan, Indonesia disarankan mulai fokus pada pengembangan sektor riil.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

"Dari segi makro sudah oke, kita harus masuk dari yang lebih daripada makro, yaitu riil. Tapi kita juga tidak bisa bertahan dengan manufaktur berbasis buruh (upah) murah," kata dia.

Ia pun menilai jika Indonesia tidak bisa mendorong seluruhnya berbasis industri manufaktur teknologi tinggi, maka harus diupayakan agar manufaktur kelas menengah dapat terus ditingkatkan.

"Misalnya industri garmen dibantu dengan desain dan kualitas yang bagus. Jadi market seperti ini harus dimanfaatkan," kata dia.

Dengan demikian, menurutnya pemerintah harus memulai hilirisasi dan pemberian insentif kepada industri manufaktur yang berorientasi ekspor dan menyerap tenaga kerja. Ketimbang hanya mengandalkan sumber daya alam yang fluktuasi harga komoditasnya sulit diprediksi.

"Semua yang ekonominya tumbuh tinggi itu adalah negara yang berbasis industri baik seperti China, Jepang dan lain-lain. Manufacturing itu lebih predictable, itulah kenapa kita harus fokus di sini," ujar dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya