Cadev Naik, Kemenkeu Akui Habis Narik Utang dari ADB dan World Bank

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetyo

VIVA – Bank Indonesia telah merilis cadangan devisa RI Juli 2019 yang sebesar US$125,9 triliun atau naik dari Juni 2019 yang sebesar US$123,8 miliar. Peningkatan terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas dan valas lainnya, serta penarikan utang luar negeri pemerintah.

Investor Cermati Data Cadangan Devisa hingga Rilis Kinerja Emiten, IHSG Diproyeksi Menguat

Terkait penarikan utang luar negeri pemerintah, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, itu berasal dari penarikan pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Asian Development Bank atau ADB senilai US$500 juta.

"Iya, tercatat masuk di Juli ADB. Kurang lebih US$500 juta," kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019.

Cadangan Devisa RI di Akhir 2023 Naik Jadi US$146,4 Didorong Pinjaman Luar Negeri

Dengan adanya tambahan penarikan pinjaman tersebut, lanjut dia, maka penarikan pinjaman terhadap ADB hingga Juli 2019 sudah mencapai US$1 miliar. Itu setara dengan pinjaman yang telah ditarik dari World Bank hingga Juli 2019 yang juga sebesar US$1 miliar. 

"Sehingga sampai Juli kurang lebih US$2 miliar (yang berasal dari multilateral)," tutur dia.

Cadangan Devisa RI Naik ke US$138,1 Miliar di November 2023, Ini Penyebabnya

Dia menjelaskan, penarikan tersebut dilakukan pada akhir Semester I 2019 lantaran kondisi pasar keuangan global saat ini sedang mengalami tekanan karena gejolak perekonomian dunia yang sedang tidak kondusif. Terutama, akibat meningkatnya tensi perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China.

"Kalau market tertekan kita bisa mengambil lebih banyak pinjaman. Jadi salah satu strategi kita dalam me-manage sumber pembiayaan kita," tegas Luky.

Sebagai informasi, BI mencatat bahwa posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,3 bulan impor atau tujuh bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya