Pemerintah Temukan Inovasi Cara Ubah Sampah Plastik Jadi BBM

Kepala BPPI Kemenperin, Ngakan Timur Antara.
Sumber :
  • Dok. Kemenperin

VIVA – Balai Besar Kimia dan Kemasan, salah satu unit lembaga penelitian dan pengembangan atau litbang di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri/BPPI Kementerian Perindustrian di Jakarta, telah melakukan riset pengolahan sampah plastik jenis polietilena atau kantong plastik sejak 2009.

Kementan Tampilkan Inovasi Teknologi Tepat Guna dan Solusi Bagi Petani

Langkah strategis yang dilakukan adalah dengan mengubah limbah plastik menjadi senyawa lainnya yang lebih bermanfaat melalui proses pirolisis.

“Pada proses pirolisis, limbah plastik akan diubah menjadi fasa cair dan fasa gas, serta residu berupa padatan. Gas yang tidak terkondensasi, juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar,” kata Kepala BPPI Kemenperin, Ngakan Timur Antara, seperti dikutip dari keterangannya, Jumat 27 September 2019.

Dorong Program Pemerintah Dalam Pencegahan Stunting Melalui Optimalisasi Posyandu

Ngakan berharap, hasil litbang tersebut dapat membantu upaya pemerintah dalam penanggulangan masalah sampah plastik. Berdasarkan laporan Bank Dunia What a Waste 2.0 yang diterbitkan pada 2018, menyebutkan Indonesia menghasilkan sampah cukup besar di dunia dengan volume mencapai 3,22 juta metrik ton per tahun. Karena itu, pemerintah menargetkan untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada 2025.

“Untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik, banyak yang berpikir, bahwa cara termudah adalah melalui proses pembakaran. Padahal, cara tersebut adalah tidak benar. Sampah plastik yang dibakar, mengandung gas rumah kaca, bahkan zat diosksin dan furan, yang oleh WHO (World Health Organization) sudah ditetapkan sebagai gas yang memicu kanker pada manusia (karsinogenik),” paparnya.

5 Inovasi Teknologi di Tahun 2022 yang Membantu Dunia Kedokteran

Karena itu, menurut Ngakan, beberapa keuntungan dari metode pirolisis untuk pembakaran limbah plastik, antara lain beroperasi tanpa membutuhkan udara atau campuran hidrogen dan tidak memerlukan tekanan tinggi, kemudian hidrokarbon yang terbentuk dapat menghasilkan sebuah produk yang dapat dimanfaatkan, polutan-polutan, dan pengotor menjadi terkonsentrasi sebagai residu padatan. Selain itu, pirolisis dilakukan pada sistem tertutup, maka tidak ada polutan yang keluar.

Kepala Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK), Wiwik Pudjiastuti menjelaskan, reaktor pirolisis untuk mengubah bahan baku limbah plastik menjadi crude oil terdiri dari tabung reaktor tegak dilengkapi dengan inlet katalis untuk memasukkan katalis ke reaktor, inlet bahan baku untuk memasukkan bahan baku ke reaktor, dan pencampur mekanis untuk menghasilkan campuran yang homogen, sehingga memperluas permukaan sampel dan mudah menguap.

Selanjutnya, dilengkapi pula pemanas elektrik yang dapat diatur suhunya sesuai dengan kebutuhan sifat fasa gas yang terbentuk selama proses, kondensor untuk mengubah fasa gas menjadi fasa cair, serta dilengkapi dengan tipe single tube untuk memastikan semua fasa gas terkondensasi sempurna.

Berikutnya, terdapat saluran gas yang tidak terkondensasi dapat ditampung untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas, saluran residu pada bagian bawah tabung reaktor untuk mengeluarkan sisa padatan, serta adanya penampung crude oil di ujung bawah kondensor.

“Produk yang dihasilkan oleh alat pirolisis hasil rekayasa BBKK ini memiliki karakteristik setara solar dan setara pelarut yang merupakan hasil uji dari Lemigas,” ungkapnya.

Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan, didapatkan spesifikasi pelarut mendekati jenis pelarut produksi PT Pertamina. Jenis pelarut tersebut, yaitu Pertasol (10 persen), Minasol (10 persen), dan Low Aromatic White Spirites (30 persen), serta solar (40 persen) dengan cetane number sebesar ± 60 sesuai spesifikasi Euro4.

Selain keempat pelarut itu, hasil samping yang potensial juga bisa dimanfaatkan adalah gas yang jika diproses lebih lanjut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas. Gas yang dihasilkan melalui proses pirolisis, yaitu gas hidrogen 9,1 persen, metana 4,7 persen, etana 4,6 persen, dan propana 12,2 persen dengan nilai kalor 1209,25 BTU/ft3.

Jika dibandingkan dengan nilai kalor gas alam yang sudah diolah (924 BTU/ft3 sampai 1027 BTU/ft3) dan nilai kalor gas pipa (950 BTU/ft3 sampai 1250 BTU/ft3) dengan pengotor H2S maksimum16 ppm, gas hasil proses pirolisis memiliki kandungan nilai kalor lebih tinggi, sehingga mutunya lebih bagus sebagai bahan bakar, serta tidak mengandung zat yang bersifat korosif.

“Gas yang sudah dipurifikasi dapat dimasukkan ke dalam tabung. Pengemasan dalam tabung akan memudahkan dalam penyimpanan dan aplikasi di lapangan. Gas hasil pirolisis juga telah terbukti dapat diaplikasikan pada kompor gas, burner proses pirolisis serta genset,” tutur Wiwik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya