Jual Beras Campuran Tak Langgar Hukum

VIVAnews - Pemerintah tidak pernah melarang perdagangan beras campur antara beras jenis premium dengan beras berkualitas standar.

"Hal tersebut bukan perbuatan yang melanggar (hukum) sepanjang pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi beras yang diperdagangkannya," kata Direktur Perlindungan Konsumen Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Radu M Sembiring dalam keterangan pers yang diterima VIVAnews di Jakarta, Selasa malam, 26 Januari 2010.

Untuk menekan harga, modus pencampuran beras kualitas tinggi dengan kualitas rendah belakangan ini merebak. Hal itu dilakukan pedagang seiring semakin merangkaknya harga beras di pasaran.

Radu menjelaskan, ketentuan tersebut mengacu pada pemenuhan hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pelaksanaannya.

Dalam UU disebutkan, pelaku usaha wajib mencantumkan informasi atau keterangan pada kemasan beras meliputi nama produk, jenis/varietas beras yang dicampur, berat bersih, nama dan alamat pelaku usaha yang melakukan pengemasan, serta merek untuk beras yang sudah mempunyai merek, seperti diatur dalam Pasal 12 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan khusus untuk keterangan yang paling penting harus diketahui oleh konsumen.

Sedangkan untuk beras yang dijual secara langsung kepada konsumen dalam bentuk eceran tanpa kemasan, pelaku usaha tetap harus menginformasikan kepada konsumen mengenai kondisi beras yang sebenarnya.

Hal ini sesuai dengan Pasal 63 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Beras merupakan komoditas pokok yang bersifat strategis dan perlu dijamin mutu serta keamanannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah melarang penggunaan bahan kimia berbahaya pada proses penggilingan padi maupun proses penyosohan beras. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 32/Permentan/OT.140 /3/2007 tentang Pelarangan Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya Pada Proses Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras, terdapat 13 bahan kimia berbahaya yang dilarang penggunaannya, antara lain klorin yang sering digunakan sebagai pemutih beras.

"Kami berharap konsumen menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu bersikap kritis sebelum membeli," katanya.

hadi.suprapto@vivanews.com

KPK Ngaku Ada Pihak yang Menghambat Kasus TPPU Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba
Penanganan Jemaah Haji Sakit di KKHI PPIH Mekkah

ISPA Menjadi Ancaman Utama Bagi Jamaah Haji Indonesia

Penyakit ISPA dan pneumonia masih menjadi penyakit terbanyak yang di temui pada jamaah haji Indonesia selama penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi pada Tahun 2023.

img_title
VIVA.co.id
10 Mei 2024