Badan Wakaf Indonesia Terima Paten Konstruksi Sarang Laba-laba

Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, dalam peresmian Gedung Baiturrohmah di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya atau Unusa di Surabaya, Jawa Timur.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Badan Wakaf Indonesia atau BWI menerima wakaf berupa paten konstruksi sarang laba-laba, untuk nantinya dapat dipergunakan untuk pembangunan yang menggunakan dana wakaf.

Mitigasi Gempa Jadi Acuan Bangun Infrastruktur Medan

"Wakaf berupa paten seperti ini, merupakan bentuk lain dari pemahaman tentang wakaf yang ada di masyarakat," kata Ketua BWI, Mohammad Nuh, seperti dikutip dari keterangannya, Sabtu 14 Desember 2019.

Menurut Nuh, selama ini masyarakat beranggapan wakaf hanya terbatas pada benda tidak bergerak seperti tanah, dan biasanya diwakafkan untuk masjid, musala, makam, dan tempat ibadah lain.

Kena Gempa Lombok, Bangunan Berkonstruksi Sarang Laba-laba Aman

"Padahal, kini berkembang pengertian tentang wakaf, salah satunya bahwa kepemilikan paten pun bisa diwakafkan dengan akad yang jelas,” kata Menteri Pendidikan periode 22 Oktober 2009 - 20 Oktober 2014 itu.

Nuh berharap, dengan pemahaman yang kini berkembang di masyarakat tentang wakaf, maka ke depan potensi wakaf diharapkan akan terus berkembang dan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan umat.

Bangunan Teknis DKI Harusnya Didesain Tahan Gempa

BWI untuk pertama kali dalam sejarah perjalanannya menerima wakaf dalam bentuk hak paten dari pemilik paten Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL), Pondasi Ramah Gempa.

Penyerahan hak paten atas nama PT Katama Suryabumi secara resmi diterima oleh Ketua BWI, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA, dalam rangkaian acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BWI yang dibuka Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin pada 10 Desember 2019.

Pendampingan Teknis

Presiden Direktur PT Katama Suryabumi, Kris Suyanto dalam akadnya sebagai wakif menyatakan, paten yang diwakafnya adalah 70 persen setiap biaya pemakaian paten KSLL yang digunakan untuk keperluan pembangunan proyek-proyek wakaf. Sedang sisanya 30 persen, digunakan untuk operasional pendampingan.

“Kami tergerak untuk mewakafkan paten ini, karena Indonesia berada di wilayah rawan gempa, karena itu bangunan atau gedung-gedung yang dibangun sebaiknya harus dilindungi dari kemungkinan musibah gempa,” katanya.

Kris merasa perlu untuk mewakafkan paten itu, karena selama ini penggunaan desain paten tahan gempa dengan KSLL, masih dianggap cukup mahal

“Dengan wakaf sebanyak 70 persen dari setiap biaya pemakaian paten KSLL, kami berharap, makin banyak bangunan-bangunan, terutama yang dibiayai dari wakaf memanfaatkan desain tahan gempa,” katanya.

Ditanya kenapa tidak 100 persen wakaf yang diberikan? Kris mengatakan, biaya 30 persen  disiapkan untuk fasilitasi pendampingan teknis di lapangan dari PT Katama Suryabumi.

“Kami berkepentingan untuk melakukan pendampingan teknis, agar tidak terjadi kesalahan dalam desain dan pemakaian KSLL,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya