Bangunan Teknis DKI Harusnya Didesain Tahan Gempa

Inovasi Konstruksi Tahan Gempa
Sumber :
  • Antaranews

VIVA – Belum lama ini, Banten diguncang gempa dan terasa hingga Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Tercatat, sebanyak 49 kali gempa susulan terjadi di Banten, usai gempa utama terjadi pada Senin 23 Januari 2018, berkekuatan 6,1 Skala Ricther.

Jawa Tengah Juga Diguncang Gempa, Terbaru di Cilacap, Salatiga dan Grobogan

Ahli bangunan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Iwan Suprijanto menjelaskan, bangunan teknis atau bangunan bertingkat, terutama yang ada di kota-kota besar seperti di DKI Jakarta, seharusnya sudah didesain tahan terhadap gempa sesuai zona yang berlaku.

"Apalagi di DKI sudah ada TBIG (Tim Ahli Bangunan Gedung) untuk memastikan seluruh bangunan bertingkat sudah memenuhi peraturan dan perundangan, termasuk Undang-undang Bangunan Gedung," kata Iwan, seperti dikutip dari keterangannya, Jumat 26 Januari 2018.

Gempa Magnitudo 4,8 Guncang Banten

Iwan yang juga menjabat Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR ini mengatakan, struktur bangunan teknis biasanya sudah memperhitungkan 2 - 2,5 kali zona gempa. Dengan demikian, penghuni bangunan bertingkat di DKI Jakarta, apalagi bertingkat banyak tidak perlu khawatir, meskipun bangunan tersebut bergoyang saat terjadi gempa.

Namun, menurut Iwan, perlunya Pemprov DKI memberikan sosialisasi dan edukasi kepada warganya, agar tidak panik saat terjadi gempa di gedung berlantai banyak. Apalagi, sampai berbondong-bondong melakukan evakuasi untuk keluar dari gedung.

Terjadi 70 Kali Gempa Susulan di Banten

"Mungkin bisa meniru masyarakat Jepang, saat terjadi gempa jusru berlindung di bawah meja, atau perabotan keras lainnya. Tujuannya, agar tidak tertimpa benda keras seperti langit-langit, lampu, tutup AC, dan lain sebagainya," kata Iwan.

Iwan mengingatkan, sifat struktur beton yang fleksibel membuat bangunan bergoyang, justru hal tersebut aman, karena bangunan tersebut mengikuti arah gempa. Yang dikhawatirkan, justru interior bangunan seperti lampu, hiasan gantung, yang luput memperhitungkan zona gempa.

Sedangkan bangunan bukan teknis, banyak dijumpai rumah-rumah penduduk, terutama di daerah yang pengendalian IMB-nya rendah, sehingga wajar saat terjadi gempa kemudian banyak bangunan yang mengalami kerusakan.

Iwan mengatakan, pemerintah daerah yang masuk dalam zona gempa aktif seharusnya lebih ketat dalam melakukan pengawasan bangunan baik teknis maupun bukan teknis, tujuannya untuk menghindarkan terjadinya korban.

Menurutnya, saat ini, banyak inovasi konstruksi tahan gempa baik yang dikembangkan swasta maupun Litbang Bangunan Kementerian PUPR, seluruhnya sudah teruji baik dari segi kekuatan maupun nilai ekonomisnya.

Salah satunya yang sudah banyak diadopsi  di Provinsi Sumatra Barat dan Aceh, adalah Konstruksi Sarang Laba-Laba yang patennya dipegang PT Katama. Bahkan, konstruksi karya anak bangsa ini sudah dikembangkan untuk penggunaan lapangan udara.

Meski demikian, menurut Iwan, apapun konstruksi yang akan dipilih untuk daerah gempa, penting untuk melakukan perkuatan tanah sebelumnya, kemudian yang juga harus diperhatikan adalah perkuatan pada struktur di atasnya.

Iwan mengakui, investasi awal untuk bangunan tahan gempa memang sedikit lebih mahal, dibandingkan bangunan konvensional, tetapi juga harus dilihat pemeliharaan jangka panjang. Kalau semua itu diperhitungkan, konstruksi tahan gempa justru lebih murah.

Sedangkan ahli gempa yang juga Ketua Harian Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)-RI, Sarwidi berharap, masyarakat yang tinggal di daerah gempa, agar lebih mengenal fenomena alam ini yang memang lebih sulit diprediksi daripada bencana banjir, longsor, maupun angin kencang.

Sarwidi mengatakan, banyak masyarakat yang mendisain bangunannya seperti di Eropa, berdinding tebal dan atap genteng. Padahal, di Eropa jarang terjadi gempa. Seharusnya, bagi masyarakat yang tinggal di daerah gempa memilih bahan bangunan yang ringan baik untuk dinding mapun atap.

Sarwidi mengakui, konstruksi sarang laba-laba memang didisain untuk bangunan tahan gempa, namun peruntukannya pada bangunan bertingkat, sedangkan untuk rumah tinggal biasa cukup dilakukan perkuatan-perkuatan agar lebih tahan gempa.

"Jadi, ada beberapa pilihan bagi bangunan di daerah gempa, pertama dilakukan perkuatan apabila bangunan sudah terlanjur berdiri. Kemudian, untuk bangunan baru dapat mengadopsi teknologi yang sudah ada. Kami ada beberapa teknologi tahan gempa dan sudah teruji untuk bangunan rumah tinggal," kata Sarwidi.

Salah satunya adalah Barrataga, atau dikenal sebagai Sistem Rumah Tahan Gempa yang dikembangkan saat gempa melanda Yogyakarta di waktu lalu. Menurut dia, disainnya sudah teruji sangat cocok diterapkan di rumah-rumah penduduk di daerah gempa.

Sarwidi mengatakan, pentingnya bagi pemerintah daerah yang berlokasi di daerah gempa aktif untuk melakukan penegakan hukum terhadap bangunan, terutama untuk bangunan-bangunan baru agar tetap aman saat terjadi gempa.

Sarwidi juga mengatakan, pentingnya melakukan gerakan bersama melibatkan pemerintah, sektor usaha, dan masyarakat mengenai risiko bencana, termasuk dalam hal ini gempa, dalam artian saat bencana terjadi apa yang harus dllakukan, siapa dan harus melakukan apa, dan berbagai hal lainnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya