Kementerian ESDM: Proyek Smelter RI-China Terganggu akibat Corona

Smelter nikel milik PT Mega Surya Pertiwi (Harita Group) di Pulau Obi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ifan Gusti

VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan, wabah virus corona turut memberikan dampak negatif terhadap proyek pemurnian atau smelter nikel di Sulawesi Tenggara. Proyek itu salah satunya dikerjakan oleh perusahaan gabungan asal China dan Indonesia, yakin PT Virtue Dragon Nickel Industry.

Beroperasi Juni 2024, Smelter Freeport di Gresik Bakal Diresmikan Jokowi?

Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, gangguan dalam pengerjaan proyek smelter itu dikarenakan pekerja yang berasal dari China hingga kini tidak bisa kembali setelah liburan tahun baru China, yakni imlek akibat wabah virus corona.

"Memang terganggu karena pekerja China yang pulang belum bisa kembali. Lebih 300-400 pekerja yang tak bisa kembali," tegas dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 12 Maret 2020.

Smelter Freeport di Gresik Mulai Produksi Agustus 2024 dengan Kapasitas 50 Persen

Namun begitu, Bambang memastikan proyek pengerjaan, produksi di pabrik-pabrik, dan ekspor minerba seperti bauksit dan tembaga masih berjalan seperti biasa. Dia menegaskan, secara nasional belum ada pengusaha minerba lainnya selain PT Virtue Dragon Nickel Industry yang mengaku terdampak akibat wabah virus corona.

Dengan begitu, Bambang memastikan, harga jual produk minerba, seperti timah, nikel, dan batu bara masih stabil, walaupun adanya kenaikan meski tidak signifikan. Harga acuan batu bara, misalnya pada Maret 2020 naik 0,28 persen dibanding bulan sebelumnya, yakni menjadi US$67,08 per ton dari US$66,89 per ton.

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

"Yang jelas saat ini belum terganggu. Kita lihat perkembangannya terus karena katanya corona di China sudah tereduksi," ujarnya.

Walaupun begitu, Bambang menilai, jika wabah virus corona ini memakan waktu yang lama untuk bisa di tangani maka dipastikannya industri minerba dalam negeri akan terdampak. Sebab dari sisi permintaan akan mengalami penurunan dari negara-negara yang selama ini impor komoditas minerba asal Indonesia.

"Kenapa saya sebut long term? Berarti industri di luar (negeri) terganggu karena tenaga kerja, ekonomi melambat, dan lainnya," ungkap Bambang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya