- http://www.gomuda.com
VIVA – Sekitar 10-12 tahun lalu, Indonesia menjadi salah satu negara yang jadi tujuan para pedagang menjual produk ponsel refurbished. Kata tersebut sering dipakai untuk menunjukkan produk bekas.
Dilansir dari Ubergizmo, Kamis 28 Januari 2021, meski status barang itu memang bekas pakai, namun bukan berarti semua kualitasnya tidak baik. Buktinya, Apple memiliki produk yang dipasarkan dengan label tersebut.
Kata refurbished digunakan untuk menunjukkan, bahwa produk tersebut pernah mendapat perbaikan karena sebelumnya mengalami kerusakan atau cacat produksi.
Produk refurbished tidak hanya berkutat di elektronik saja, banyak benda lain yang juga diperbaiki atau dibentuk ulang agar kembali berfungsi seperti semula.
Tentu saja, untuk bisa menghasilkan produk refurbished yang bagus tentu membutuhkan standar tertentu, yang sudah diakui dunia internasional.
Salah satu contohnya, seperti yang dilakukan oleh PT Seraya Perkasa Mututama dengan mendirikan Seraya Gears, yakni pabrik manufaktur dan refurbished gearbox.
Berlokasi di Cikarang Pusat, Jawa Barat, pabrik ini memiliki mesin dengan kapasitas hingga diameter 5,5 meter, serta dilengkapi dengan mesin gear grinding. Mereka juga mampu memproduksi double helical gear dan spiral bevel.
Pendiri SPM, Suwandi mengatakan bahwa biasanya perusahaan yang membutuhkan produk gear dengan spesifikasi khusus akan memesannya ke Eropa untuk mendapatkan kualitas terbaik.
“Tetapi, sekarang di Indonesia kami sudah mampu memproduksi dengan kualitas yang sama, karena menggunakan mesin dan teknologi yang sama,” ujarnya.
Kualitas gear yang buruk bisa membuat perusahaan yang menggunakan produk tersebut rugi hingga miliaran rupiah per hari. Itu sebabnya, SPM menggunakan standar pengujian bersertifikasi ISO 9001:2015, menjadi yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.
Setelah melakukan rekondisi, maka produk kemudian akan diuji dan dianalisa datanya, untuk memastikan bisa berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
“Tanpa tes dan data ini, kualitas gearbox sangat diragukan dan memiliki risiko kerusakan yang lebih parah di kemudian hari,” tutur Direktur Utama SPM, Mario Shandy.