Bagaimana "Kredit Komando" Century Terjadi?

Linda Wangsa Dinata, mantan Kepala Cabang Century, Senayan
Sumber :

VIVAnews - Senasib dengan Ibunda Alanda Kariza, Arga Tirta Kirana, Linda Wangsadinata eks Kepala Cabang Bank Century Senayan juga dituntut 10 tahun penjara, denda Rp10 miliar dan 6 bulan subsider karena didakwa membuat dokumen palsu pencairan kredit untuk empat perusahaan yang diduga fiktif saat Century belum diambil alih pemerintah.

Linda mempertanyakan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum itu, karena dibandingkan Robert Tantular, tuntutannya jauh lebih tinggi. Robert hanya dituntut 8 tahun penjara, dan PN Jakarta Pusat memvonisnya 4 tahun penjara.

Linda mengaku saat itu hanya menjalani perintah atasannya, Direktur Utama merangkap Direktur Kredit, Hermanus  Hasan Muslim dan Robert Tantular selaku pemegang saham. Proses pemberian kredit diakuinya memang tidak sesuai ketentuan. "Saat itu saya berkali-kali bertanya dan minta data perusahaan untuk dilakukan analisa, tapi atas perintah atasan tidak perlu dilakukan," kata Linda dalam perbincangan dengan VIVAnews.

Kredit yang diistilahkannya sebagai 'Kredit Komando' itu berulang kali terjadi. Sedikitnya ada empat perusahaan yang ditangani Linda, yakni PT Wibhowo Wadah Rejeki, PT Accent Investment Indonesia, PT Signature Capital Indonesia, dan PT Canting Mas Persada dengan total nilai sekitar Rp360 miliar.

"Pada saat pembuatan/proses kredit ini, tidak ada satu orang pun di dalam Bank Century yang memberitahu atau menegur saya bahwa apa yang saya lakukan atas dasar perintah Bapak Hermanus itu merupakan tindak pidana," kata dia.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Linda lantas menjelaskan proses terjadinya "Kredit Komando" tersebut. Berikut ini penuturan Linda Wangsadinata.

1. PT Wibowo Wadah Rezeki dan PT Canting Mas Persada
Pada 29 November 2007, Djoko Hartanto Indra selaku Kepala Divisi Treasury menghubungi Linda via intercom menyatakan ada fasilitas kredit debitor WWR Rp121 miliar dan CMP Rp82 miliar dengan jaminan surat berharga. Kredit itu harus dibukukan di cabang Senayan untuk menutupi kewajiban fasilitas REPO di Divisi Treasury yang jatuh tempo.

Permohonan kredit tidak dilengkapi profil perusahaan, aktivitas rekening, laporan keuangan dan jaminan surat berharga yang tidak dimengertinya. Karena itu, Linda meminta penjelasan ke Djoko dan Robert Tantular via intercom, namun Robert meminta Linda untuk menjalankan, meski tidak mengerti atas surat berharga tersebut, serta belum pernah memproses kredit dengan jaminan surat berharga itu. Ketika hal itu dikonfirmasikan kepada Hermanus Muslim, dia menegaskan tidak perlu khawatir karena Hermanus mengaku akan bertanggung jawab atas pencairan kredit ini.

2. PT Accent Investment Indonesia (AII)
Pada April 2008, Robert Tantular menghubungi Linda via intercom untuk memproses kredit atas nama PT AII Rp60 miliar dengan jaminan saham. Linda mengaku keberatan karena tidak mengenal calon debitor, serta meminta jaminan aset tetap. Namun, Robert tetap meminta segera memprosesnya. Linda menyampaikan keberatan itu kepada Hermanus Muslim, namun Hermanus tetap memerintahkan untuk pembuatan formulir persetujuan kredit.

3. PT Signature Capital Indonesia (SCI)
Pada 14 Oktober 2008, Hermanus menginstruksikan Linda via intercom untuk membukukan plafon kredit Rp97 miliar dengan jaminan deposito atas nama SCI US$10 juta. Namun, dalam perjalanannya, jaminan deposito US$10 juta diubah tiga kali sehingga akhirnya berubah menjadi jaminan berupa Rp200 miliar saham.

Fasilitas kredit ini bisa berjalan dengan lancar karena, menurut Linda, ada tekanan dari Hermanus kepada semua atasan Linda, yakni Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Kredit dan Kepala Divisi Hukum. Linda mengaku keberatan dengan membuat internal memo pada 20 Oktober 2008 kepada Hermanus bahwa perubahan jaminan tidak mungkin dilakukan bertentangan dengan aturan BI. Linda juga mengaku keberatan secara lisan kepada Hermanus, namun keberatannya diabaikan.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Linda mengaku tertekan saat menandatangi Formulir Pencairan Kredit keempat perusahaan itu. "Akibat tekanan ini saya pingsan berkali-kali, dan sekarang saya harus mempertanggungjawabkannya. Mungkin kematian merupakan jalan yang terbaik untuk dapat mengakhiri derita ini," kata Linda yang juga menuangkan kegundahannya ini dalam pledio (pembelaan) yang dibacakan di PN Jakarta Pusat pada 8 Februari 2011 lalu.

Dalam pledoi itu, Linda menuturkan, seluruh karir yang dibangunnya selama belasan tahun di Century kini hancur. "Seumur hidup saya tidak pernah mencuri, saya tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Saya juga malu meminta belas kasihan pada majelis hakim, karena pada dasarnya saya sudah kehilangan harapan dan kepercayaan diri, bahkan untuk berkata-kata sekalipun," kata dia.

Kini Linda hanya meminta keadilan. "Saya tidak rela kalau harus masuk penjara, saya takut sekali," katanya dengan mata berkaca-kaca. (hs)

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi
Jemaah haji Indonesia mendengarkan khutbah Subuh jelang wukuf.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Menurut Direktur Bina Haji PHU Arsad Hidayat, jemaah haji diminta tidak asal membagikan informasi yang beredar di media sosial yang belum jelas kebenarannya.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024