- Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan memperkirakan Maret 2011 dapat terjadi deflasi. Sebab, pada Maret diperkirakan terjadi penurunan harga barang-barang pokok yang terus berlanjut.
"Kalau angkanya mungkin seperti Februari 2011 dan bisa jadi juga deflasi," kata Rusman di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat 4 Maret 2011.
Namun, Rusman menjelaskan, tingginya harga minyak dunia memang dapat memengaruhi laju inflasi, jika krisis Timur Tengah dan Afrika terus berlanjut. "Kemungkinan (harga minyak) tidak akan naik, tapi kalau terus bergejolak akan memengaruhi bahan baku impor dan produksi dalam negeri," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, tingkat inflasi Maret tergantung kebijakan pemerintah dalam menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kalau kapasitas APBN tidak kuat untuk dipertahankan, harus dipertimbangkan harga BBM (bahan bakar minyak) naik," ujar Rusman.
Seperti diketahui, setelah bulan sebelumnya cukup tinggi, akhirnya inflasi turun pada Februari 2011. Inflasi Februari tercatat 0,13 persen, bahkan kelompok bahan pangan mengalami deflasi.
Sementara itu, laju inflasi kumulatif (Januari-Februari) sebesar 1,3 persen dan year on year (yoy) sebesar 6,84 persen atau turun jika dibandingkan angka yoy Januari 7,02 persen. Untuk inflasi inti sebesar 4,36 persen.
Rusman mengatakan, khusus Februari mengalami deflasi pada bahan makanan. Total deflasi 0,11 persen. "Dalam empat tahun terakhir ini pertama kali mengalami deflasi untuk bahan makanan," kata Kepala BPS di Jakarta, belum lama ini.
Dari 66 kota, inflasi terjadi di 40 kota, sedangkan 26 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Singkawang yang mencapai 1,75 persen, dan Tarakan sebesar 1,32 persen serta Sukabumi inflasi 0,4 persen. Sementara itu, deflasi tertinggi terjadi di Sumenep 0,08 persen.
Beberapa penyumbang inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,09 persen kelompok kesehatan 0,03 persen, pendidikan 0,01 persen, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan 0,02 persen. (art)