Proyek Gedung Baru DPR Dilaporkan ke KPK

Rancangan gedung baru DPR yang bernilai Rp1,1 triliun
Sumber :
  • www.dpr.go.id

VIVAnews - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi menemui pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka meminta KPK menyelidiki indikasi korupsi dalam proses perencanaan pembangunan gedung  baru DPR RI.

"Kami sarankan KPK untuk sementara meminta untuk menggagalkan proses pembangunan yang memakan biaya Rp1,13 triliun," ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 16 Maret 2011. 

LSM-LSM tersebut adalah Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Formappi, Komite Pemilih Indonesia (TePI), Indonesia Budget Center (IBC), Transparency International Indonesia (TII), Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS), dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Para wakil LSM tersebut diterima oleh Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Wakil Ketua KPK M. Jasin.

Ray menilai proses perencanaan pembangunan gedung baru DPR itu tidak transparan dan tidak akuntabel. Setidaknya, menurut dia, ada empat kebohongan dalam prosesnya--mengenai kemiringan gedung, persetujuan seluruh fraksi di DPR, alasan peningkatan kinerja, dan penyediaan berbagai fasilitas.

Selain itu, masih menurutnya, tidak ada akuntabilitas dalam pengadaan jasa konsultasi yang menghabiskan dana Rp14,5 miliar, apakah dilakukan melalui tender atau penunjukan langsung.

"KPK harus memberi sinyal bahwa akuntabilitas penggunaan anggaran Rp14,5 miliar itu terlalu rendah. Kami minta KPK menyelidikinya," ucap Ray.

Padahal, kata Ray, berdasarkan Keppres 80 tahun 2003, dalam setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah, nilai proyek senilai Rp50 juta ke atas harus dilakukan melalui tender terbuka. Begitu juga yang disebutkan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010--yang merupakan pengganti Keppres 80/2003--bahwa proyek dengan nilai Rp100 juta harus dilakukan tender secara terbuka.

Koordinator Formappi, Sebastian Salang, menegaskan indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan gedung baru DPR ini sangat kuat.  "Dari segi akuntabilitas sampai hari ini kita tak pernah tahu. Sudah berkali-kali kami minta, tapi Sekjen DPR selalu menutupi," katanya.

Sementara itu, peneliti ICW Abdullah Dahlan menuturkan ketidakjelasan nominal biaya pembangunan gedung DPR juga mengundang kecurigaan publik. Menurut dia, anggaran sebesar Rp1,1 triliun hanya dijelaskan untuk keperluan pembangunan fisik gedung. "Sedangkan biaya furnitur, IT, dan sistem keamanan serta instalasi listrik tidak dijelaskan. Jadi, ada indikasi pemecahan paket, sehingga potensi kerugian negara akan sangat besar jika pembangunan gedung ini tetap diteruskan." 

Menanggapi laporan itu, Wakil Ketua KPK M. Jasin, menyatakan dalam mengusut ada atau tidaknya dugaan korupsi, seharusnya ada audit dari BPK terlebih dahulu. Terutama, berkait pengadaan jasa desain gedung tersebut yang menghabiskan dana Rp14,5 miliar.

"Dari hasil audit BPK itu baru penegak hukum menindaklanjutinya," katanya. "Pengadaan gedung yang dianggarkan Rp1,13 triliun tersebut hendaknya dilakukan secara elektronik agar transparan dan akuntabel serta masyarakat dapat ikut memantaunya." (kd)

Risma Populer di Jatim tetapi Elektabilitas Khofifah Tinggi, Menurut Pakar Komunikasi Politik
Ilustrasi Paspor

Kelanjutan Nasib Hyoyon SNSD, Bomi Apink hingga Im Nayoung Pasca Paspornya Ditahan Imigrasi Bali

Saat ini, paspor semua pemeran dan kru, dengan total sekitar 30 orang, disita. Mereka juga saat ini tinggal di sebuah hotel sementara itu kasus ini sedang diselidiki.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024