- istimewa
VIVAnews - Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang melarang sementara 23 bank untuk menarik nasabah kaya atau memberikan layanan wealth management dianggap suatu bentuk ketidakadilan. Kebijakan itu diterapkan pasca munculnya kasus pembobolan bank oleh pegawai Citibank, Malinda Dee.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional, Sigit Pramono, mengatakan pembekuan itu sama dengan menghukum industri perbankan.
"Saya pikir, ke depan, kalau ada satu kasus di satu dua bank, jangan yang dihukum seluruh industrinya. Saya kira itu relatif menjadi tidak adil," ujar Sigit di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa 10 Mei 2011.
Dia menjelaskan, keadilan terwujud apabila penghentian layanan wealth management hanya dijatuhkan kepada bank yang bersalah melakukan penyimpangan. "Itu adil, karena yang berbuat yang dihukum," ucapnya.
Sigit tidak membantah jika masih ada kekurangan dalam kinerja industri perbankan. Namun, masalah yang ada itu sebaiknya tidak dianggap umum seolah-olah seluruh perbankan buruk.
Sejauh ini, industri perbankan terus berusaha melakukan perbaikan dengan memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah. "Bila ada yang melakukan kesalahan diberi sanksi, ada yang menyeleweng diluruskan, salah dikoreksi," tuturnya.
Sigit menilai, aturan yang dikeluarkan BI terkait wealth management dianggap usang. Pembuatan aturan selalu tertinggal dengan praktik di lapangan. "Selalu begitu. Peraturan selalu ketinggalan dengan praktik yang dijalankan dalam dunia bisnis," tambahnya.
Adanya layanan wealth management dianggap wajar karena adanya hubungan timbal balik dengan nasabah. Saat nasabah menginginkan adanya kemudahan, sisi keamanan yang berpotensi menyimpang tidak diperhatikan.
"Karena itu selalu berlawanan. Saat ada kelonggaran atau kemudahan akibatnya risiko di perbankan tinggi," jelasnya.
Sigit mengimbau agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang, perbankan seharusnya konsisten dalam melayani produk wealth management. Permasalahan sering timbul karena bank kerap menginvestasikan dana nasabah ke produk-produk di luar perbankan.
"Uang nasabah diinvestasikan ke produk-produk luar perbankan misalnya saham, obligasi, dan reksa dana," katanya. (art)