Joseph S. Nye

Obama dan Kekuatan Amerika

VIVAnews - Salah satu tantangan pertama yang dihadapi Presiden Barack Obama adalah dampak krisis keuangan yang tengah berlangsung. Krisis ini mengarah kepada pertanyaan, bagaimana postur kekuatan Amerika di masa depan.

Resep Mbah Hardjo, Calon Jemaah Haji Usia 109 Tahun Asal Jatim Agar Tetap Sehat

Suatu artikel di majalah The Far Eastern Economic Review menyatakan bahwa "Gonjang-ganjing di Wall Street jadi pertanda awal runtuhnya kekuatan Amerika." Presiden Rusia, Dmitri Medvedev, melihat krisis ini sebagai pertanda bahwa kepemimpinan Amerika di tingkat global telah mendekati akhir. Bahkan Presiden Venezuela, Hugo Chavez, sudah menilai bahwa Beijing (China) kini malah lebih dipandang ketimbang New York.

Masalahnya, di tengah krisis, dolar sebagai simbol kekuatan keuangan Amerika justru tengah bangkit ketimbang ikut-ikutan lesu. Seperti yang dikemukakan Kenneth Rogoff, profesor dari Universitas Harvard dan mantan ketua dewan ekonom IMF," Sungguh ironis, saat kita sedang hancur-hancuran, orang-orang asing malah menghamburkan lebih banyak uang ke kita. Mereka tidak tahu kemana lagi harus pergi. Mereka tampak lebih percaya diri akan kemampuan kita mengatasi masalah kita ketimbang diri kita sendiri."

Hujan Berpotensi Turun di Dua Wilayah Jakarta Hari ini

Dulu ada anggapan bahwa bila Amerika bersin, seluruh dunia akan menderita demam. Saat ini, banyak yang menilai bahwa dengan bangkitnya China dan negara-negara petro-dolar (produsen minyak), lemahnya ekonomi Amerika bisa membuatnya terasing dari seluruh dunia. Namun, saat Amerika Serikat sedang terkena virus flu keuangan, yang lain juga tertular.

Maka, para pemimpin yang tadinya senang melihat penderitaan pihak lain (AS) kini malah ikut-ikutan takut. Mereka takut akan jaminan keuangan di AS.

5 Fakta Menarik Film Vina: Sebelum 7 Hari, Penuh Kontroversi!

Krisis seringkali mengabaikan kearifan di masa lalu. Memang benar, krisis kali ini menunjukkan kekuatan dasar ekonomi Amerika masih tetap mengesankan. Buruknya kinerja di Wall Street dan para pengambil keputusan di Amerika telah merugikan negara ini dalam menerapkan pendekatan soft power (kekuatan lunak), yaitu model ekonominya yang atraktif.

Krisis saat ini tidak akan berbuah hasil yang fatal bila AS mampu menanggung kerugian-kerugian yang diderita sekaligus mencegah munculnya kerusakan yang lebih dahsyat. Forum Ekonomi Dunia masih menilai ekonomi Amerika sebagai yang paling kompetitif di dunia. AS masih memiliki bursa tenaga kerja yang fleksibel, standar pendidikan yang tinggi, situasi politik yang stabil, serta terbuka atas berbagai inovasi.  

Namun kekhawatiran melingkupi masa depan pengaruh Amerika untuk jangka panjang. Dewan Intelijen Nasional AS memproyeksikan bahwa dominasi Amerika pada tahun 2025 bakal banyak berkurang. Salah satu superioritas Amerika, yaitu kekuatan militer, bakal melemah di masa depan. Namun bukan berarti ini dapat diartikan sebagai "bangkitnya kekuatan-kekuatan yang lain."

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Airlangga Tunggu Hasil Survei Dico Ganinduto-Raffi Ahmad untuk Pilkada Jateng 2024

Airlangga menyambut baik sorotan publik terhadap wacana pasangan Dico-Raffi untuk Pilkada Jateng.

img_title
VIVA.co.id
16 Mei 2024