- AP Photo/Richard Drew
VIVAnews - Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa pengaruh krisis global di Amerika Serikat tidak berdampak besar dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
"Ketahanan likuiditas dan ketahanan modal kita masih kuat dari resiko pasar. Juga tidak banyak yang tergangu, karena kebanyakan surat berharga yang dimiliki negara kita adalah surat berharga dalam negeri terutama SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SUN (Surat Utang Negara)," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan BI, Halim Alamsyah, saat ditemui di Jakarta, Kamis malam.
Secara jauh, Halim menjelaskan bahwa saat ini Indonesia tidak mengalami kendala dalam ketersediaan likuiditas. "Kalau masalah krisis itu yang terjadi masalah ketersediaan likuiditas, dalam kondisi di Indonesia saya kira kita tidak memiliki kesulitan likuiditas itu," paparnya.
Menurut Halim, pengaruh global, terutama krisis Amerika dan Eropa tidak akan membawa pengaruh yang besar baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang. "Artinya, kalau dalam jangka perekonomian Asia menurun, otomatis kan pertumbuhan ekspor kita akan terkena dan itu akan sedikit mengurangi kecepatan ekonomi kita tetapi sedikit. Namun, hasil dari simulasi yang kami lakukan ekonomi Indonesia cukup kuat,” tuturnya.
Dia menambahkan, kecil sekali pengaruh krisis global AS dan Eropa, karena Indonesia lebih sering berdagang dengan kalangan Asia. Tentunya, selama Asia kuat, perekonomian Indonesia juga akan kuat. "Kemungkinan kita akan banyak menerima capital inflow (dana asing masuk) dan itu perlu langkah-langkah agar capital inflow berada lama di Indonesia," ujar Halim.
Ditanya mengenai masalah perbankan, Halim menuturkan bahwa BI sudah mempunyai peraturan yang membuat perbankan sangat waspada terhadap risiko kurs dan naik turunnya harga surat-surat berharga. "Perbankan saya kira tidak ada masalah, karena kita mempunyai peraturan yang membuat perbankan sangat waspada terhadap itu," tuturnya. (eh)