Syarat Agar Aturan Devisa Ekspor Bisa Efektif

Anggito Abimanyu
Sumber :
  • Dharma

VIVAnews - Pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Anggito Abimanyu, menilai rencana kebijakan Bank Indonesia yang yang mewajibkan dana hasil ekspor disimpan di bank dalam negeri belum bisa sepenuhnya berjalan efektif.

Jasad Ibu dan Dua Anak Korban Longsor di Garut Ditemukan

Kebijakan itu hanya akan efektif jika bank lokal telah lebih dahulu memperbaiki kinerjanya, salah satunya adalah memulai ekspansi bisnis dengan membuka akses layanan perbankan di kancah internasional.

"Jangan sampai kita membatasi. Dalam arti kita meminta mereka masuk tapi mereka (para eksportir) kesulitan melakukan transaksi valas di luar," ujarnya saat ditemui disela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 12 September 2011.

Anggito menilai minimnya akses perbankan terlihat dari jarangnya bank dari Indonesia yang memiliki cabang atau beroperasi di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh Bank Mandiri, sebagai bank terbesar di Indonesia, baru bisa membuka cabang di China setelah lama menggajukan permohonan.

Padahal kata Anggito, efektivitas kebijakan bank sentral Indonesia itu hanya bisa berjalan jika ekspansi mancanegara oleh perbankan nasional sudah bisa terwujud.

"Sehingga itu (tak adanya bank yang beroperasi luas) yang membuat para investor atau para pengguna dana tersebut rada segan untuk menyimpan dana di bank-bank dalam negeri karena nanti transaksinya lebih (terbatas) dalam negeri," tuturnya.

Kendati masih memerlukan banyak dukungan agar kebijakan simpanan dana hasil ekspor di bank lokal dapat berjalan efektif, Anggito menilai, Indonesia minimal mempunyai aturannya terlebih dahulu. Selanjutnya implementasi kebijakan itu dilakukan secara bertahap.

Untuk tahap awal, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini menilai perusahaan-perusahaan tambang dan kelapa sawit bisa memulai ketentuan baru tersebut. Kedua sektor ini dianggap memiliki dana hasil ekspor di luar negeri dalam jumlah besar.

"Dari ekspor yang paling besar Migas dan kebetulan Migas dikelola perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka banyak pengeluarannya di luar negeri, (misalnya) untuk penggunaan barang modal yang diimpor, membayar ekspatriat, membayar deviden luar negeri," jelasnya.

Terkait cadangan devisa yang menunjukan kisaran US$120 miliar saat ini, Anggito berharap agar pemerintah tidak lantas terlena akan pencapaian tersebut. Sebab, tidak semua dana  berada di Tanah Air.

"Ini kan ekspornya dicatat sebagai penerimaan tapi uangnya tidak di sini jadi itu kan berbahaya. Dibilang cadangan devisa kita US$120 tapi sebenarnya uangnya tidak sampai US$120 karena banyak hasil ekspor yang disimpan di luar negeri tapi dicatat sebagai capitl inflow padahal kan tidak," terangnya.

Seperti diketahui, BI akan mengeluarkan aturan yang mewajibkan devisa hasil ekspor disimpan di bank dalam negeri. Langkah ini untuk memperkuat kondisi likuiditas valas dalam negeri sehingga tidak tergantung pasokan valas dari hot money seperti dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), dan saham. (umi)

Jeep Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Lebih Murah Usai Tak Laku, Berapa Harga Bekasnya?
PT Freeport Indonesia (PTFI) teken Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PTFI periode 2024-2026 bersama tiga Ketua Serikat Pekerja/Serikat Buruh (dok: Freeport)

Manajemen dan Serikat Pekerja Freeport Teken PKB, Menaker: Bisa Jadi Contoh bagi Perusahaan Lain

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas bersama tiga Ketua Serikat Pekerja/Serikat Buruh PTFI menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024