- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews - Pemerintah menginginkan hasil tambang emas yang berasal dari PT Freeport Indonesia turut bisa dirasakan oleh pasar domestik, tidak seluruhnya diekspor. Sebab itulah renegosiasi kontrak kerja sektor pertambangan perlu dilakukan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah saat ini sedang mengupayakan renegosiasi seluruh kontrak pertambangan. Sejauh ini tercatat telah 65 persen kontrak kerja siap untuk direnegosiasi.
"Saya yakin semua akan ikut ke situ (renegosiasi), karena Undang-undangnya mengamanatkan seperti itu," ujarnya saat ditemui di kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin 26 September 2011.
Renegosiasi ini, lanjutnya, dilakukan kepada semua perusahaan mineral tidak terkecuali emas. "Siapa pun yang kontrak di Indonesia patuh pada undang-undang yang ada," jelasnya.
Hatta mengungkapkan terdapat beberapa hal yang ditekankan dalam proses renegosiasi ini yaitu pertama, pembagian royalti. Kedua, kewajiban untuk memproses hasil tambang di dalam negeri.
Ketiga, terkait perluasan ataupun perpanjangan isi kontrak yang mencakup peraturan, luas areal, dan lain sebagainya. "Kemudian juga (terakhir) bagaimana divestasinya (saham)," tuturnya.
Terkait kewajiban alokasi hasil produksi ke dalam negeri (DMO), Hatta menegaskan hal ini sedang dalam tahap pengkajian. Intinya adalah bagaimana hasil bumi Tanah Air dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
"Pokoknya kami sedang menata ke arah situ ya. Jadi, dengan catatan proses menuju kepada dua-duanya harus menguntungkan," pungkasnya.
Sayangnya Hatta enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai mekanisme DMO yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam renegosiasi kontrak pertambangan.
Sebagai informasi, nilai produksi emas Indonesia per tahun bisa mencapai Rp120 triliun. Sekitar Rp100 triliun di antaranya berasal dari tambang milik Freeport di Papua. (adi)