- REUTERS/Ralph Orlowski
VIVAnews - Kondisi ekonomi Eropa yang tak kunjung selesai hingga saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada sektor riil dalam 6-12 mendatang. Persoalan muncul tatkala perusahaan membutuhkan belanja modal atau capital expenditure (Capex) dalam mata uang asing.
"Bank Indonesia paling bisanya hanya intervensi di pasar valuta asing. Tidak mungkin mereka intervensi pembiayaan capex ke sektor swasta," kata Ekonom Standard Chartered Bank (StanChart), Fauzi Ichsan, di Jakarta, Senin, 24 Oktober 2011.
Fauzi menjelaskan, jika upaya penyelesaian krisis utang Eropa terus berlarut-larut, dipastikan ekonomi global akan terpuruk. Kondisi itu otomatis membuat perusahaan yang akan menggelar penawaran umum perdana saham (IPO) maupun penerbitan saham baru (rights issue) akan terkena dampak.
Lebih lanjut, kondisi tersebut juga akan membuat kemampuan perusahaan dalam mengontrol belanja modal akan makin terbatas. "Kalau dampaknya ke sektor finansial berlarut-larut, akan berdampak pada sektor riil dalam 6 bulan mendatang," kata dia.
Di sektor keuangan, Fauzi memperkirakan kondisi yang memburuk di perbankan Eropa secara langsung akan berdampak pada bank-bank nasional. Alasannya, selama ini perbankan Asia memperoleh pendanaan sebesar 40 persen dari perbankan Eropa.
"Kalau biaya pinjaman dalam dolar AS itu naik, otomatis capex juga naik. Perbankan dalam negeri sendiri relatif baik, karena rasio kecukupan modalnya baik. Tapi dari sisi pembiayaan sektor swasta untuk pembiayaan capex dan investasi akan terbatas karena likuiditas mengering, imbas dari krisis Eropa," kata dia.
Sebagai informasi, para pemimpin Eropa tengah menyusun strategi penyelesaian krisis surat utang yang dikhawatirkan akan semakin meluas. Rencananya, keputusan akhir penentuan strategi pemecahan masalah krisis Eropa itu akan dihasilkan dalam pertemuan pada pekan ini.