- VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews - Pemerintah menilai kepemilikan asing yang masih tinggi di sektor pasar modal dan surat utang negara perlu ditinjau ulang. Untuk itu, diperlukan reformasi pada pasar keuangan Indonesia agar lebih dalam dan likuid.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, di sela acara Nusa Tenggara Investment Day di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa 25 Oktober 2011 mengatakan, beberapa langkah reformasi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pasar domestik.
Sebagai perbandingan, Agus mencontohkan negara Jepang yang memiliki kekuatan ekonomi domestik yang cukup tangguh. Meski mempunyai utang yang lebih besar, kepemilikan asing di Negara Matahari Terbit itu tergolong kecil. Kondisi itu berkebalikan dengan di Tanah Air.
Saat ini, rasio utang Jepang terhadap produk domestik bruto mencapai sekitar 200 persen. Sementara itu, rasio yang sama untuk Indonesia hanya 25 persen.
"Nah, dari 25 persen itu ternyata kepemilikan asing itu (di Indonesia) cukup besar. Jadi, itu salah satu ciri khas di mana dia (Jepang) punya domestic economy yang kuat," ujar Agus.
Saat ini, Agus melanjutkan, Kementerian Keuangan sedang mengelola permasalahan penguatan perekonomian domestik. Meski dirinya tidak menutup pintu terhadap investor asing.
"Selama ini, kalau kami tawarkan dan dia (asing) masih mau ambil, silakan," terangnya.
Penguatan pasar domestik ini, dia menambahkan, juga merupakan salah satu langkah pemerintah mengantisipasi dampak krisis ekonomi global yang saat ini menghantui. Semua pihak seperti Bank Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah telah memiliki instrumen kebijakan penanggulangan masing-masing.
"DPR dan pemerintah sepakat untuk menjaga rambu-rambu dan bagaimana melindungi ekonomi Indonesia. Ini tidak hanya dilakukan oleh otoritas moneter --dalam hal ini BI--, tetapi oleh otoritas fiskal. Karena dalam kesepakatan dengan DPR, kami punya cukup banyak kebijakan untuk menjaga kalau Indonesia terkena imbas krisis global," jelasnya. (art)