PKB: Setiap Pemilu Kok Ganti Undang Undang?

Marwan Jafar (kiri) dan Hanif Dhakiri (PKB)
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVAnews – Partai Kebangkitan Bangsa mengkritik revisi UU Pemilu yang rencananya bakal mengubah banyak pasal dalam UU Pemilu, sehingga cenderung akan mengubah sistem pemilu secara keseluruhan. Sistem pemilu, menurut PKB, seharusnya disusun dengan baik dan komprehensif untuk jangka panjang, bukan jangka pendek seperti yang selama ini terjadi.

“Jangan sampai setiap mau pemilu, kita ganti Undang Undang dan mengubah sistem pemilu secara ekstrim,” kata Sekretaris FKB, M. Hanif Dhakiri, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Rabu 16 November 2011. “Beri kesempatan setidaknya sampai 3 atau 4 kali pemilu, baru sistemnya kita evaluasi,” imbuh Hanif.

UU Pemilu yang berlaku saat ini, dinilai Hanif sudah cukup proporsional, representatif, dan mencerminkan azas keadilan. “Jadi sebetulnya tidak perlu diubah banyak. Itu sama saja dengan membuang energi dan biaya. Seharusnya kita menambal dan memperbaiki aturan yang bolong, selebihnya biar seperti yang lama,” kata Hanif.

Soal kursi daerah pemilihan, metode konversi suara, dan parliamentary threshold atau ambang parlemen, adalah hal-hal yang menurut Hanif tidak perlu direvisi dalam UU Pemilu. “Revisi UU Pemilu semestinya bertolak dari kekurangan pada sistem pemilu sebelumnya, bukan mengganti konstruksi sistem pemilu proporsional yang digunakan pada Pemilu 2009,” tegasnya.

“Di mana-mana, yang namanya revisi itu memperbaiki kekurangan, bukan merobohkan bangunan lama untuk diganti dengan bangunan baru,” kata Hanif lagi. Ketua Dewan Pengurus Pusat PKB itu pun mengajak semua fraksi di DPR untuk tidak memikirkan kepentingan partai masing-masing, demi menata sistem kepartaian dan pemilu yang bisa memenuhi azas keadilan.

“Sistem pemilu itu instrumen persatuan nasional. Tidak boleh ada menang-menangan. Kalau menang-menangan itu sama artinya dengan hendak mengangkangi republik ini. Semua elemen punya kontribusi terhadap bangsa dan negara, karenanya juga memiliki hak yang sama untuk ikut mengatur negara,” kata politisi muda itu.

Pembahasan soal ambang parlemen saat ini masih menjadi topik panas dalam revisi UU Pemilu. Partai-partai besar seperti Golkar, Demokrat, dan PDIP meminta angka ambang parlemen dinaikkan menjadi 4-5 persen demi penyederhanaan partai politik, sementara partai-partai menengah seperti PKS, PPP, PKB, dan PAN meminta ambang parlemen tidak lebih dari 3 persen.

Semakin tinggi ambang parlemen, maka potensi partai-partai untuk lolos ke DPR memang semakin sulit karena mereka harus menghimpun perolehan suara nasional yang lebih tinggi. Angka ambang parlemen pada Pemilu 2009 lalu adalah 2,5 persen, dan menghasilkan 9 partai politik yang lolos ke DPR. Bila angka itu dinaikkan, jumlah partai yang lolos ke DPR kemungkinan akan berkurang. (sj)

Aksi Sopir Pikap Ini Dipuji Warganet, Berani Hadang Dua Bus Lawan Arus
Arsul Sani resmi dilantik sebagai Hakim Konstitusi MK

MK Sebut Hakim Arsul Sani Bisa Tangani Sengketa Pileg PPP

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono menyatakan, tidak ada larangan bagi Hakim Konstitusi Arsul Sani untuk menyidangkan PHPU Pileg, termasuk dari PPP

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024