Kasus HAM Sulit Diusut, Ini Dalih Denny

Denny Indrayana
Sumber :
  • ANTARA/ Widodo S. Jusuf

VIVAnews - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang diprioritaskan. Denny Indrayana sendiri mengakui sulit untuk menyelesaikannya.

Denny mengatakan, penegak hukum di Indonesia memang memiliki persoalan, yaitu belum bisa melakukan transitional justice. Transitional justice ini sebuah pendekatan yang tak hanya menggunakan jalur hukum.

"Pelanggaran HAM akan terselesaikan jika transitional justice-nya berjalan," kata Denny Indrayana. "Di sistem penegakan hukum kita belum bisa melakukan transitional justice," kata Denny di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu 4 Januari 2012.

Isu-isu prioritas itu yaitu, penyelesaian pelanggaran berat HAM di masa lalu, serta pemenuhan hak tahanan dan narapidana politik di Papua dan Maluku.

Koordinator Kontras, Haris Azhar, mengatakan, misalnya pada kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti Tanjung Priok, yang sudah digelar pengadilan HAM Ad Hoc dinilai gagal memberikan keadilan bagi korban. Hal ini karena semua pelaku tindak kekerasan lolos dari jerat hukum.

Haris menambahkan, proses penyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui proses hukum harus menjadi prioritas. Terlebih, kata dia Indonesia memiliki perangkat hukum sendiri yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Namun, kata Haris sejak dilahirkannya Undang-Undang ini, baru mengadili tiga peristiwa besar, yaitu Peristiwa Tanjung Priok, Timor-timur dan Abepura. Namun, hasilnya pengadilan HAM membebaskan semua pelaku pelanggaran HAM.

Haris juga menjelaskan, sebagian dari rekomendasi Komnas HAM dan DPR untuk segera menyelesaikan kasus orang hilang, maka Pemerintah harus meratifikasi konvensi untuk penghilangan orang secara paksa.

"Kami ingin menteri memberikan agenda implementasi, DPR sudah mengimplementasikan, dan kami ingin menteri menjalankan," kata Haris yang menemui Kementerian Hukum.

Haris menambahkan, pentingnya pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini karena praktik penghilangan paksa ini terus berulang di Indonesia.

Sementara mengenai kasus pemenuhan hak tahanan dan narapidana politik Papua dan Maluku, Haris mengungkapkan, masih ada 66 tahanan politik di Papua dan Maluku. Mereka dipidanakan, karena mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada keadilan.

Sementara, anggota Kontras lainnya, bernama Martin mengatakan, bahkan ada tahanan politik yang meninggal karena tidak ada pelayanan kesehatan dengan baik. Dia mencontohkan, kasus tahanan politik di Nabire, Papua bernama Kemanus. Dia divonis sakit sejak tahun 2010, sementara dokter mengatakan harus dioperasi di Jayapura. Tapi hal itu justru ditutup-tutupi oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Nabire.

Ada 4,14 Juta Temuan di Google jika Klik Kata Ini

"Dia (kalapas) bilang Kemanus sehat-sehat saja. Dari dokter lapas bilang malaria dan liver, tapi dokter bedah bilang ada tumor di perut," kata dia. Martin berharap, agar kasus ini segera diselesaikan karena menyangkut nyawa orang lain.

Menanggapi hal ini, Denny Indrayana mengatakan akan segera menyelesaikan masalah di Nabire. "Saya berusaha hubungi Kalapas Nabire, seharusnya itu tidak sulit. Kita sendiri yang akan memberikan izin. Saya merasa banyak hal yang aneh, sudah sakit, tumor, tapi kenapa ditutup-tutupi pasti ini ada sesuatu yang salah," kata dia. (eh)

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan [dok. Kemenko Marves]

Jokowi Beri Tugas Baru ke Luhut Urus Sumber Daya Air Nasional

Presiden Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua sekaligus anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024