1000 Tumpeng di Malam ke-21 Ramadan di Solo

Malam selikuran Ramadan di Keraton Surakarta
Sumber :
  • Fajar Sodiq/VIVAnews

VIVAnews - Seribu tumpeng berjejer mengelilingi tembok Keraton Kesunanan Surakarta di malam ke-21 bulan Ramadan. Seribu tumpeng ini menandai malam turunnya Lailatul Qodar atau malam seribu bulan di Solo.

Tradisi seribu tumpeng ini sudah berlangsung turun temurun untuk memperingati malam selikuran atau malam ke dua puluh satu dalam hitungan bulan Ramadan. Seribu tumpeng tersebut kemudian dikirab mengelilingi tembok Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu malam 8 Agustus 2012. Barisan kirab tersebut terdiri dari, prajurit, bergada, dan drumband.

Pasukan yang berasal dari keraton itu bertugas mengiringi seribu tumpeng yang diletakkan dalam wadah kotak yang terbuat dari kayu atau sering disebut ancak canthaka. Selain itu, dalam kirab tersebut juga membawa lampu ting atau lampion.

Setelah mengelilingi tembok keraton, selanjutnya iring-iringan seribu tumpeng itu melanjutkan perjalanan menuju Masjid Agung yang terletak di sebalah barat alun-alun utara Keraton Kasunanan Surakarta. Lantas, seribu tumpeng itu pun oleh para abdi dalem langsung di letakkan di sembari masjid. Para kerabat keraton, abdi dalem dan masyarakat umum pun ikut duduk mengitari tumpeng tersebut.

Prosesi kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tafsir Anom Keraton Kasunanan Surakarta, KRT Muhamad Muhtarom Puodipuro. Usai memanjatkan doa, tumpeng tersebut pun langsung dibagikan dengan tertib kepada para abdi dalem dan masyarakat sekitar yang sudah rela menunggu berjam-jam untuk mendapatkan tumpeng itu.

Salah satu kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, GPH Edi Wirabhumu mengatakan tradisi malam selikuran dengan mengusung seribu tumpeng merujuk pada malam Lailatul Qodar yang jatuh pada malam ganjil di bulan Ramadan. “Makanya kirab dilakukan pada malam selikur sebagai malam ganjil. Dan pada malam lailatul qadar adalah malam seribu pahala. Lalu, jumlah pahala tersebut diibaratkan dengan jumlah seribu tumpeng,” kata Edi kepada VIVAnews.

Sedangkan ting atau lampion, kata dia, memiliki arti sebagai alat penerangan yang bisa menerangi dari kegelapan menuju terang. “Makanya ting ini selalu dibawa dalam setiap acara malam selikuran. Karena memiliki arti untuk menerangi dalam dalam kegelapan,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu abdi dalem keraton, Sutarno Wibakso rela datang jauh dari Wonogiri untuk bisa mengikuti prosesi malam selikuran yang digelar di keraton. Menurut dia, setiap malam selikuran pasti dirinya menyempatkan diri untuk bisa hadir mengikuti prosesi pembagian seribu tumpeng.

“Saya selalu ikut karena bagi saya ada kepercayaan bahwa lantaran tumpeng ini bisa menjadi berkah,” kata dia. Maka tidak heran, jika Sutarno bersama lima puluh teman rombongannya dari Wonogiri selalu berharap bisa mendapatkan nas tumpeng tersebut.

Saudi Arabia Permits All Types of Visas to Perform Umrah

“Ini saya dapat. Rasanya seneng banget," ujar dia.

Sosok mayat bayi baru lahir ditemukan mengambang di Kali Kanal Banjir Barat, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus) oleh petugas saat sedang menjaring sampah di kali.

Kasus Temuan Mayat Bayi Tanah Abang, Polisi Tangkap Orang Tua

Sosok mayat bayi baru lahir ditemukan mengambang di Kali Kanal Banjir Barat, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus).

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024