Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Lembaga nonprofit Indonesia Berdikari menilai peraturan pembagian dana hasil cukai tembakau tak memberikan keadilan bagi petani. Aturan yang ada pun lebih diarahkan untuk mematikan industri hasil tembakau.
"Ini adalah hasil penelitian tentang karut marut hukum dan implementasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau di Indonesia," kata peneliti dari Indonesia Berdikari Gugun El Guyani.
Baca Juga :
List of Countries with the Most Widows
“Tidak ada penjelasan hukum dalam UU itu mengapa dana yang dikembalikan hanya 2 persen," kata Gugun.
Sementara itu distribusi dan pemanfaatan dana hasil cukai itu di daerah-daerah sangat timpang bagi kepentingan petani tembakau. Penelitian dilakukan di lima propinsi penerima cukai terbesar yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Hampir semua daerah, lebih dari 60-70 persen dana cukai dipakai untuk program lingkungan sosial yang berorientasi kesehatan.
“Kalaupun program-program kesehatan itu yang berkaitan dengan rokok, masih masuk akal. Tapi di sejumlah daerah, dana itu dipakai untuk Program KB atau Program HIV/AIDS yang tidak ada hubungannya dengan tembakau,” katanya. Sementara yang diterima oleh petani hampir tidak ada.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia APTI Jawa Tengah Nurtantio Wisnubrata mengatakan, pada 2004 petani tembakau pernah meminta agar ada dana DBHCHT itu kembali ke petani. Namun begitu keluar Peraturan Menteri Keuangan 84/2008 itu, harapan petani buyar.
Kalaupun ada peruntukan dana cukai untuk pengembangan kualitas bahan baku, nyatanya program yang diadakan oleh Dinas-dinas Perkebunan di daerah lebih mendorong petani untuk beralih tanaman atau diversifikasi. Misalnya lewat program penyediaan bibit kakao, kopi, dan tanaman lainnya.
“Bahkan ada juga dana hasil cukai yang diselewengkan menjadi dana aspirasi anggota DPRD,” kata Wisnu.
Salah satu peruntukan dana cukai adalah untuk pembinaan industri tembakau. Nyatanya, di Kudus dibuat program sistematis untuk mengalihkan buruh pabrik rokok ke pelatihan menjahit, memasak, dan salon kecantikan.
“Agar ke depan tidak lagi jadi buruh pabrik rokok. Padahal Kabupaten Kudus mendapat alokasi terbesar untuk Jawa Timur yaitu Rp70,3 miliar,” katanya. (umi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Sementara itu distribusi dan pemanfaatan dana hasil cukai itu di daerah-daerah sangat timpang bagi kepentingan petani tembakau. Penelitian dilakukan di lima propinsi penerima cukai terbesar yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Hampir semua daerah, lebih dari 60-70 persen dana cukai dipakai untuk program lingkungan sosial yang berorientasi kesehatan.