KPK Siap Ambil Alih Kasus Korupsi Mantan Gubernur Maluku

Abraham Samad
Sumber :
  • ANTARA/Puspa Perwitasari
VIVAnews
6 Pemain yang Bisa Didatangkan Inter Milan, dari Juara Serie A hingga Penantang Liga Champions
- Mantan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, sudah masuk dalam daftar calon tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan gratifikasi dari pengusaha Hendrik Kwandar.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Disampaikan Ketua KPK, Abraham Samad, kasus dugaan gratifikasi rumah pribadi yang diduga melibatkan mantan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, telah disidik oleh penyidik dari Polda Maluku. KPK menurut Abraham, akan mengambil alih kasus ini bila ada indikasi para penyidik polisi main mata dengan calon tersangka.
Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot


"Laporan itu sudah kami terima, namun setelah kita dalami dan berkoordinasi ternyata kasusnya sudah ditangani pihak polisi, ya sudahlah biar dulu polisi yang tangani," kata Abraham Samad di Ambon menjawab pertanyaan wartawan terkait laporan dugaan gratifikasi Ralahalu. Kamis 17 Oktober 2013.

Abraham menuturkan, KPK, Polri dan Kejaksaan telah meneken MoU. Salah satu poin penting adalah soal kewenangan penyidikan. Sehingga KPK tidak bisa mengambil alih suatu kasus begitu saja.


"Kalau ada indikasi kasusnya dimacam-macam antara calon tersangka dengan penyidik, atau ada indikasi penyuapan maka kita akan ambil langsung proses selanjutnya," kata Abraham Samad.


Untuk diketahui, rumah megah berarsitektur Timur Tengah yang berlokasi di Halong Atas, Kota Ambon, ditaksir nilainya lebih dari Rp10 miliar. Rumah milik Karel Albert Ralahalu yang dibangun beberapa tahun lalu saat dia masih menjabat sebagai Gubernur Maluku.


Lebih tiga tahun lalu, sewaktu KPK dipimpin Busro Muqadas, penanganan kasus gratifikasi “istana” Ralahalu terbengkalai. Padahal, proses penyelidikan kasus ini sudah berjalan dan sejumlah tim penyelidikan telah turun melakukan tugas-tugas mereka di Ambon guna mengusut tuntas kasus yang dimaksud.


"Kita harus kembali mengingatkan dan mempertanyakan kinerja KPK dalam pengusutan kasus-kasus korupsi di Maluku yang sudah dalam proses penyelidikan, seperti kasus gratifikasi “Istana” Gubernur Maluku, agar segera dituntaskan," ungkap Sofyan Saimima salah satu pengiat anti korupsi di Maluku.


Maluku, kata dia, merupakan provinsi ke-empat terkorup di Indonesia, karena itu KPK dituntut menuntaskan sejumlah “PR” yang ditinggal Busro Muqadas selaku Ketua KPK.


"Ini tugas Abraham Samad selaku Ketua KPK agar dapat menuntaskan kasus gratifikasi dan korupsi dana Inpres 06 yang melibatkan Gubernur Maluku Ralahalu," katanya.


Dia mengaku, Tim KPK dibawah komando Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmi itu, pernah turun ke Ambon lebih dari sepekan dalam pengusutan kasus “istana” Ralahalu, namun hasilnya tidak jelas.


"Yang, sempat beredar bahwa kasus ini sudah diselesaikan oleh petinggi-petinggi KPK di Bandara Udara Malaysia. Karena itu, Abraham Samad sebagai Ketua KPK harus mempertanyakan kasus ini," katanya.


Menurutnya, saat penyelidikan kasus “istana” Ralahalu tiga tahun lalu, secara institusi para penyidik KPK dibekali surat tugas Nomor: SPT.2143A/10-13/10/2010, ditanda tangani Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan KPK, Muhammad Sigit.


"Kita harus tanyakan kepada Ketua KPK Abraham Samad, dimana kasus-kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Maluku disembunyikan," katanya.


Menurut Sigit,  pembangunan rumah Rp10 miliar itu dibiayai Hendrik Kwanandar, pengusaha yang diduga memberikan hadiah rumah itu kepada Ralahalu.


"Banyak jurus dan orang digunakan untuk membungkam KPK. Karena itu,  sudah saatnya kita buka dan pressure KPK untuk mempertanyakan kasus ini," katanya lagi.


Bukan “istana” Ralahalu di Halong Atas saja,  istana Ralahalu juga ada di Jakarta yang diduga dibangun berdasarkan fee atau hadiah pengusaha.


"KPK tidak harus intens pada kasus gratifikasi rumah itu saja. Proyek pengungsi yang dianggarkan melalui Inpres Nomor: 6 tahun 2003.  Dimana di dalamnya pemerintah pusat  mengalokasikan anggaran Rp Rp2 triliun," katanya. (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya