Sumber :
- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVAnews
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto menyetujui putusan Mahkamah Agung yang menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya diperbolehkan satu kali.
Surat Edaran tersebut secara tidak langsung membuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan PK berkali-kali menjadi tidak bisa dilaksanakan.
"Berkali-kali PK juga menyebabkan adanya ketidakpastian hukum sehingga membuat pelanggaran hak asasi juga, terutama bagi pihak yang dirugikan atau menerima dampak dari kejahatan yang dilakukan pelaku tindak pidana," tukas Bambang.
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Ahli hukum Tata Negara, Andi Irmanputra Sidin. Dia justru menilai bahwa pembatasan terhadap PK tidak dapat dibenarkan, karena tidak sesuai dengan konstitusi.
Dia mengatakan, di dalam konstitusi, MA ditempatkan sebagai kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan. Dia menilai bahwa pencarian keadilan merupakan hak konstitusional paling mendasar bagi setiap warga negara, termasuk melalui PK.
"Negara tidak boleh "malas" untuk melayani pencarian keadilan untuk kehidupan dan kebebasan setiap umat manusia, selama terdapat adanya keadaan baru yang bisa membuktikan sebaliknya bahwa terpidana tersebut tidak bersalah," tutur dia.
Andi menyebut, hal tersebut justru merupakan dasar keputusan MK untuk mengeluarkan putusan MK 34/PUU-XI/2013 yang memperbolehkan PK berkali-kali. Menurut dia, MA harus patuh terhadap putusan tersebut, sama seperti kepatuhan terhadap UUD 1945 produk MPR.
"Apabila SEMA ini kemudian tetap berlaku dan dijadikan dasar untuk menolak pengajuan PK, maka Putusan MA atas perkara pidana tersebut akan bisa inkonstitusional, sehingga lembaga eksekutor kehilangan basis konstitusional untuk akan atau terus mengeksekusinya," kata Andi.
Halaman Selanjutnya
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Ahli hukum Tata Negara, Andi Irmanputra Sidin. Dia justru menilai bahwa pembatasan terhadap PK tidak dapat dibenarkan, karena tidak sesuai dengan konstitusi.