Pemilik Kos Sambut Kecut Kebijakan Pengenaan Pajak

Kusuma home stay di Yogyakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Daru Waskita

VIVA.co.id - Rencana pemerintah menerapkan pajak untuk kos-kosan di luar pajak bumi dan bangunan (PBB) disambut kecut oleh pemilik rumah kos di Yogyakarta.

Alasan mereka,  rumah yang digunakan untuk kos-kosan jumlahnya tidak banyak dan tanggung jawab menjadi bapak atau ibu kos cukup berat, karena menggantikan peran orangtua yang tinggal di kos.

Suryana Slamet, salah satu pemilik kos-kosan di kawasan Patangpulungan, Kota Yogyakarta, mengatakan dia memiliki tiga kamar kos yang menjadi satu dengan rumahnya dan biaya kos satu tahun terbilang murah, sehingga tidak bisa dikatakan untuk bisnis.

"Kalau satu bulan kami hanya menarik biaya kos sekitar Rp300 ribu, maka dalam satu tahun dengan empat kamar, jika terisi semua dalam satu tahun hanya menerima uang sewa kos sebesar Rp14,4 juta," katanya, Senin 2 Februari 2015.

Dia mengatakan, uang sewa itu belum digunakan untuk membayar listrik dan biaya air PAM.

Pegawai RRI Yogyakarta ini mengaku, pajak ke pemilik kos seharusnya diterapkan pada pemilik kos yang memiliki jumlah kamar banyak dan orang yang mengurus kos bukan pemiliknya sendiri, tapi orang yang dipercaya.

"Kalau rumahnya tingkat dan dibuat banyak untuk kamar kos, ada pengurus kos, maka sudah layak dikenakan pajak, karena itu murni bisnis," paparnya.

Diakuinya, di Kota Yogyakarta, Sleman, dan Kabupaten Bantul, memang saat ini banyak berdiri rumah khusus untuk kos-kosan yang pemiliknya orang luar DIY dan hanya diserahkan kepada pengelola kos yang dipercaya.

Cara Baru Belanja Perhiasan Lewat Situs Online



"Semakin banyaknya mahasiswa atau pelajar dari luar kota Yogya, tentu mereka butuh kos dan kebanyakan memilih kos yang terkadang bebas dan penunggu rumah bukan pemilik kosnya, agar leluasa keluar masuk kos, serta biaya sewa kos dalam satu bulan sudah di atas Rp700 ribu," ungkapnya.

Pelaku bisnis online resah

Sementara itu, pelaku bisnis online atau e-commerce di Yogyakarta juga bingung dan resah terkait wacana kebijakan bari itu. Karena, produk yang mereka jual harganya relatif murah dan kapasitas belum banyak, sehingga nilai nominalnya masih murah.

"Untuk di Yogyakarta masih banyak pelaku bisnis online yang belum digunakan sebagai mata pencaharian atau bisnis utama, namun sebagai pekerjaan sampingan," kata Leoni, salah satu pelaku bisnis online yang ada di Yogyakarta, Senin 2 Februari 2015.

Leoni mengaku, sempat mendengar rencana pemerintah akan mengenakan pajak bagi usaha online, tetapi hingga saat ini dia belum mengetahui bisnis online seperti apa yang dikenakan pajak, karena jenis usahanya sangat beragam.

"Kalau kami menjual produk yang sudah memiliki nama, tentunya barang tersebut sudah dikenai pajak karena dibuat oleh perusahaan besar. Jika kami masih dikenakan pajak berarti dua kali kena pajak," katanya.

Dia menuturkan, bisnis online yang kini ditekuni lebih banyak menjualkan produk milik orang lain atau perusahaan lain, yang tentunya pabrik atau perusahaan tersebut sudah membayar pajak kepada pemerintah.

"Kami menjual produk tersebut lebih murah, karena tak perlu menyimpan dan memajang produk yang kami jual di galeri atau toko, tetapi hanya memajang melalui blog pribadi, media sosial, dan lainnya sehingga biayanya relatif murah," paparnya.

Alvin, pelaku bisnis online lainnya di Yogyakarta, mengaku keberatan dengan rencana kebijakan pemerintah itu, karena terkadang produk yang dia jual sudah dikenai pajak oleh pemerintah.

"Saya hanya jualan pakaian dengan merek tertentu yang sudah terkena pajak, mosok mau dikenai pajak lagi," jelasnya.

Dia mengungkapkan, bisnis online juga banyak risikonya, karena terkadang pemesan membatalkan pesanannya, karena produk yang dipesan tidak sesuai, bahkan terkadang tak membayarnya.

"Kami banyak menemui konsumen yang ngemplang begitu saja ketika barang sudah dikirim, meski konsumen sudah memberikan uang muka 50 persen dari barang yang dibelinya," tuturnya.

Baca juga:

Trik Berbelanja Online Agar Tidak Tertipu

Pilihlah online shop yang terpercaya dengan kredibilitas tinggi.

img_title
VIVA.co.id
17 Desember 2015