Pengamat: PP Nomor 11/ 2015 Aneh dan Memberatkan

Petugas mengisi bensin bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada Kementerian Perhubungan yang baru saja diterbitkan dipertanyakan fungsinya.

BBM Turun, Astra Yakin Penjualan Kendaraan Meningkat

Bahkan, yang menjadi pertanyaan besar dari PP tersebut adalah mengenai tarif untuk jenis pengawasan bongkar atau muat pengangkutan barang berbahaya.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, mengatakan bahwa yang sangat mengherankan, bahan bakar yang dikategorikan dalam jenis barang berbahaya menurut PP 11 Tahun 2015 harus dipungut biaya pengawasan atas bongkar muat pengangkutannya.

Di peraturan itu, katanya, biaya pengawasan atas bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan sebesar Rp25 ribu per kilogram.

Sofyano menjelaskan, jika harga BBM jenis solar non subsidi dikonversi dari liter ke kilogram maka harga BBM solar per kilogramnya sekitar Rp9.600. Sementara itu, lanjutnya, tarif pengawasan yang dikenakan menurut PP 11 Tahun 2015 adalah sebesar Rp25.000 per kilogram.

"Jadi, biaya pengawasannya sangat tinggi ketimbang harga BBM itu sendiri. Ini teramat sangat aneh," ujar pengamat kebijakan energi, itu kepada VIVA.co.id, Jumat 27 Maret 2015.

Menurutnya, apabila BBM dinyatakan sebagai barang berbahaya yang bongkar muat pengangkutannya harus dikenakan tarif sebesar itu maka PP ini sangat tidak logis.

"Artinya, peraturan itu akan membuat harga BBM di negeri ini menjadi mahal. Ini, sangat tidak masuk akal," jelasnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan, agar pemerintah merevisi PP 11 Tahun 2015 dan setidaknya menyatakan bahwa BBM dikecualikan dari kategori barang berbahaya.

"Presiden harus segera mengeluarkan Perpres menunda pelaksanaan peraturan tersebut atau setidaknya Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan menteri yang mengecualikan BBM dari jenis barang berbahaya," ungkapnya.

Dia pun menegaskan bahwa menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memiliki kepentingan terhadap BBM harusnya segera berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Koordinator Perekonomian serta Menko Maritim untuk membahas kembali PP 11 Tahun 2015.

"Ya, harus dibahas lagi sebelum masyarakat maritim mempermasalahkan keberadaan peraturan itu," tambahnya.

Senada dengan Sofyano, Ketua Komisi VII, Kardaya Warnika menyampaikan bahwa peraturan baru itu sangat menyesatkan dan memberatkan rakyat karena memasukkan BBM dalam kategori barang berbahaya.

Sudirman: Harga BBM Tak Berubah hingga September 2016

"Kalau dianggap berbahaya maka seharusnya pemerintah melarang pemakaian BBM. Peraturan ini bisa mendorong naiknya harga BBM," terang Kardaya.

Menteri ESDM, kata dia, seharusnya meminta pembatalan penerapan PP ini, khususnya untuk BBM.

Untuk diketahui, PP 11 Tahun 2015 diterbitkan sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 2009. Sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 74 Tahun 2013.

Ikuti Harga BBM, Pengusaha Minta Tarif Angkutan Diturunkan

![vivamore="Baca Juga :"]

[/vivamore]
VIVA.co.id
-


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya