Sumber :
- www.bali.litbang.pertanian.go.id
VIVA.co.id
- Kabupaten Polewali Mandar, atau lebih dikenal dengan Polman, merupakan salah satu lumbung padi di provinsi Sulawesi Barat.
Wilayah hasil pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004 ini, berupaya mengembangkan potensi utama yaitu produktivitas tanaman pangan. Agroekosistem yang didukung dengan sumber daya lahan dengan lanscape datar dan terhampar, serta sumber daya air yang berasal dari hulu sungai saddang mendorong sebagian besar masyarakat bercocok tanam padi.
Baca Juga :
Produksi Padi 2015 Terbesar Satu Dekade
Hal tersebut dirasakan oleh Abdullah selaku Kepala BPP Matakali, Kab. Polman, bahwa wilayah binaannya dan tim penyuluh di BPP Matakali bisa dibanggakan. Kebanggaan ini bukan berarti, program-program pemerintah yang ada selalu diberikan pada wilayah binaan tersebut. Program UPSUS (upaya khusus) 2015 misalnya, di wilayah Matakali hanya mendapatkan program optimasi lahan yang merupakan 1 dari 7 program yang dicanangkan.
"Benih, GP-PTT, jaringan irigasi, Alsintan, Pupuk, lebih diprioritaskan pada wilayah dengan produktivitas di bawah 5 ton/ha, yaitu di daerah Mamasa dan sekitarnya. Makanya, binaan BPP Matakali hanya mendapatkan program pemantapan agar musim kedua ini masih dapat mengejar target 8 ton/ha lagi,” imbuh Abdullah.
Menginjak musim tanam kedua, rata-rata petani di wilayah Matakali tanam pada bulan Juni-Juli 2015. Sumber daya air, serta dukungan pengawalan secara pembinaan maupun pengawalan ketersediaan saprodi, terutama pupuk oleh pihak aparat dalam program UPSUS diharapkan mampu mencapai produktifitas yang ditargetkan.
Informasi menjadi penting dalam upaya mengusahakan produktivitas yang optimal. Ditinjau dari pola epidemiologi hama dan penyakit, wilayah Polman masih merupakan daerah dengan status endemis penyakit tungro. Lebih lagi, diprediksi pada bulan pertengahan Juni-Juli ada peningkatan populasi hama wereng hijau sebagai vektor virus tungro, dimana umumnya gejala penyakit tungro muncul 2-4 minggu setelah puncak populasi yang diprediksikan sekitar akhir Juli hingga awal agustus. Hal ini perlu mendapat perhatian, bahwa penangganan/pengendalian penyakit tungro dapat dilakukan sedini mungkin.
Ada beberapa teknik pengendalian penyakit tungro yang dapat diupayakan. Penggunaan varietas tahan tungro yaitu Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, secara mekanik pengolahan lahan secara sempurna dan serentak dilakukan 2-3 kali pembajakan sebagai upaya pemusnahan sumber inokulum tungro, pembersihan pematang baik secara mekanis maupun pengunaan herbisida, di persemaian pada umur 10 hari, dapat diaplikasikan antifidan berupa air rendaman daun sambiloto. Upaya pengendalian secara dini ini diharapkan dapat menghindari kejadian penyakit tungro di lapangan.
Teknik-teknik yang telah tersedia ini, perlu diupayakan untuk didiseminasi, sehingga upaya meminimalkan kejadian tungro di lapangan dapat berhasil. Terobosan yang dilakukan oleh Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolittungro) berkoordinasi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbang TP), dan berkerjasama dengan Badan Penyuluh Kab. Polman, serta Loka Penelitian dan Pengkajian Pertanian, Sulbar (LPTP-Sulbar) akan mengawal implementasi teknik pengendalian tungro yang akan difokuskan di daerah matakali, yang nantinya akan diselenggarakan puncak kegiatan temu lapang bersama petani, penyuluh, dan stakeholder yang diagendakan pada september 2015 mendatang.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Benih, GP-PTT, jaringan irigasi, Alsintan, Pupuk, lebih diprioritaskan pada wilayah dengan produktivitas di bawah 5 ton/ha, yaitu di daerah Mamasa dan sekitarnya. Makanya, binaan BPP Matakali hanya mendapatkan program pemantapan agar musim kedua ini masih dapat mengejar target 8 ton/ha lagi,” imbuh Abdullah.