'Celengan Sawit' Atasi Ketergantungan Bahan Bakar Fosil

helikopter terbang di atas lahan perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Tenggara
Sumber :
  • Antara/ Basrul Haq
VIVA.co.id
Ada Moratorium, Investasi Sawit Tetap Berjalan Baik
- Era pengembangan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel akhirnya dimulai. Ini ditandai dengan kepastian dimulainya pungutan dana pengembangan sawit per 16 Juli 2015.

Cara Pasang Lebih dari Satu BBM dalam Satu Smartphone

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP) Bayu Krisnamurthi, Rabu 15 Juli 2015, mengatakan lembaga yang dipimpinnya akan memberikan perhatian lebih kepada pengembangan BBN biodiesel untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil.
Semester I, Bakrie Plantations Catat Penjualan Rp770 Miliar


"Kita sudah menyepakati ketentuan support biodiesel. Badan ini akan memberikan
support
Rp600-Rp700 per liter, ini adalah
on top
dari Rp1.000 subsidi pemerintah terhadap solar yang sudah ditetapkan dalam APBN," kata Bayu di Jakarta.


Menurut dia, PT Pertamina juga diminta untuk menggunakan bahan bakar jenis campuran sawit ini. Namun, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pertamina kurang berminat menggunakan biodiesel dengan alasan selisih harganya lebih tinggi jika dibandingkan dengan fosil diesel.


"Ada selisih harga biodiesel dengan MOPS (
Mean of Platts Singapore
). Dengan adanya sistem ini menyelesaikan selisih harga tersebut, jadi tidak ada alasan bagi Pertamina untuk tidak gunakan B15," ujarnya.


Bayu menambahkan, subsidi yang diberikan melalui BPDP ini akan dialokasikan kepada produsen seperti Pertamina, sehingga nantinya harga jual menjadi lebih murah. Dengan adanya dana 'celengan' sawit ini, mau tidak mau Pertamina harus menggunakan B15 (biodiesel 15 persen).


"Subsidi Rp1.000 akan diberikan kepada konsumen, prinsip
support
-nya pada konsumen tapi mekanismenya itu Rp1.000 diberikan pada produsen BBM-nya itu
fix
(tetap) di APBN, yang Rp 600-700 itu bergerak sesuai harga pasar, diberikan kepada produsen bahan bakunya, jadi konsumen secara tidak langsung akan diberikan subsidi Rp1.600-1700 per liter," tutur Bayu.




Seperti diketahui, langkah pengembangan BBN tersebut sudah sejak lama dirintis oleh pemerintahan sebelumnya. Namun, tidak bisa berjalan karena

berbagai faktor teknis seperti pendanaan pengembangannya.


Selain itu, inisiatif ini disambut positif oleh kalangan industri perkebunan maupun petani sawit. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah Jokowi terkait pungutan dana perkebunan (
crude palm oil fund
) yang tertuang dalam PP Nomor 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Perpres Nomor 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Kelapa Sawit.


Joko mengatakan, pungutan dana perkebunan tersebut akan memberi manfaat yang positif bagi industri kelapa sawit Indonesia, khususnya bagi para petani kelapa sawit.


"Gapki mendukung kebijakan ini yang dituangkan dalam regulasi dan tujuannya sekarang sudah komprehensif. Ini perlu kita apresiasi, karena dana perkebunan ini untuk mengembangkan industri sawit secara keseluruhan. Ini yang perlu kita dukung," ujarnya.


Ia menegaskan, dana hasil pungutan tersebut harus benar-benar dialokasikan untuk pengembangan biodiesel dan penanaman kembali (
replanting
) perkebunan rakyat, riset, promosi pasar, hingga pengembangan SDM. "Yang bagus itu dalam pengumpulan dana tersebut untuk pengembangan sawit dan bbn nabati," kata Joko. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya