Kisah Pilu Anak yang Tak Bisa Disentuh

Jonathan Pitre, si bocah kupu-kupu
Sumber :
  • Facebook/Jonathan Pitre
VIVA.co.id –
Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial, untuk berhubungan dengan sesamanya, baik melalui komunikasi verbal atau pun sentuhan. Tapi, hal itu mustahil bagi remaja berusia 14 tahun asal Canada.


Jonathan Pitre merupakan salah satu pengidap penyakit langka bernama Epidermolysis Bullosa (EB), sebuah kondisi di mana kulit sangat rentan terluka bahkan lewat sentuhan yang paling ringan sekalipun.


Tidak hanya itu, kondisi tersebut juga membuat Pitre selalu kesakitan karena luka dan memar yang dia derita pada kulitnya.

Wanita Ini Beri Makan Gratis Tunawisma 24 Jam Nonstop

“Rasanya seperti terbakar,” kata Pitre, dilansir
Dokter Tanpa Kaki Manfaatkan Bangku Kayu untuk Berjalan
Metro.co.uk.

Sewa Apartemen Mahal, Boks Kayu Jadi Kamar Tidur

Kondisi Pitre juga sangat parah karena dia menderita EB di hampir 90 persen permukaan kulitnya, membuat dia dijuluki bocah kupu-kupu.

Selain Pitre, sebelumnya jaringan televisi Channel 4 pernah menayangkan pria dengan kondisi serupa yakni Jonny Kennedy. Sayangnya, Jonny tidak bertahan hidup lama. Dia meninggal di usia 36 tahun akibat EB.


Guna menolong para penderita penyakit langka ini, yayasan DEBRA mengadakan kampanye waspada EB sebagai penyakit parah yang belum pernah didengar masyarakat luas.


Ibu Pitre, Tina Boileau, sangat sedih melihat kondisi anaknya.


“Saya tidak bisa menyentuhnya seperti ibu lain menyentuh anak mereka. Saya harus membungkus dia dengan perban dan kain agar dia tidak terinfeksi. Dia juga harus mandi garam untuk menjaga kondisi kulitnya,” kata Boileau.


Kendatipun sangat rapuh, Pitre merupakan anak yang ceria dan selalu menginspirasi orang lain.


Salah satu fans setia Pitre adalah adiknya, Noemi. “Saya sangat mengagumi kakak saya. Dia sangat menginspirasi dan dia masih sangat muda,” kata Noemi.


Saat ini, Pitre merupakan salah satu duta DEBRA Kanada, dimana dia kerap berbicara di hadapan publik guna memperkenalkan EB kepada masyarakat luas dan sekaligus menggalang dana bagi riset dan pengobatan penyakit langka tersebut.


Dia juga punya cita-cita besar.  “Saya ingin pergi ke Alaska dan melihat sinar utara suatu saat nanti,” kata Pitre, yang hanya punya harapan hidup hingga 25 tahun.


Setiap hari bagi Pitre adalah perjualangan. “Setiap hari saya hidup adalah perjuangan yang saya menangkan dan itu hidup saya. Saya menerimanya dengan senang hati,” kata dia.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya