Pembangunan Smelter Nikel Morowali Dipercepat

Menperin Saleh Husin bersama Menteri ESDM Sudirman Said
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Proyek pembangunan smelter nikel tahap kedua di Morowali, Sulawesi Tengah, terus dipacu setelah tahap pertama diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada Mei lalu. Pembangunan smelter nikel tahap kedua ini membutuhkan biaya sekitar US$1 miliar.

Pengamat: Proyek Infrastruktur Jangan Disetop

"Saya sengaja mengajak Pak Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk melihat langsung dan bertemu dengan manajemen PT Sulawesi Mining Investment (SMI). Apa yang SMI butuhkan, kita upayakan penuhi dan bantu agar cepat selesai dan berproduksi," kata Menteri Perindustrian, Saleh Husin dalam keterangan tertulisnya, Senin, 24 Agustus 2015.

Guna mempercepat tahapan pembangunan smelter, Menperin sengaja mengajak Menteri ESDM, Sudirman Said mengunjungi proyek tersebut. Smelter ini merupakan perusahaan patungan antara Bintang Delapan Group dengan perusahaan asal Tiongkok, Tsingshan Group. Proyek raksasa ini menggarap industri hulu hingga hilir. Smelter akan memproduksi produk-produk stainless steel.

Saleh Husin: Reshuffle Jadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi

"Ini merupakan industri mineral mulai dari bijih nikel atau ore sampai stainless steel pertama di Indonesia. Ke depan akan terus dikembangkan sampai produk akhir," ujar Menperin menambahkan.

Investasi smelter nikel tahap I ini sebesar US$635,57 juta. Kapasitas produksi 300 ribu ton per tahun dan didukung oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas 2x65 mega watt (MW). Sementara, pembangunan smelter tahap kedua ini akan memakan biaya US$1,04 miliar. Dengan pembangunan tahap kedua, kapasitas produksinya meningkat hingga 600 ribu ton dan produksinya didukung PLTU sebesar 2x150 MW.

Menperin Desak Calya-Sigra 100 Persen Indonesia

Selanjutnya, pembangunan pabrik tahap ketiga akan ditargetkan memiliki kapasitas 300 ribu ton dan dukungan PLTU sebesar 300 MW, yang rencananya selesai pada akhir tahun 2017 dengan nilai investasi sebesar US$820 juta. Sehingga secara total, keseluruhan kapasitas produksi pig iron akan mencapai 1,2 juta ton per tahun dengan didukung PLTU sebesar 730 MW.

Ke depan, dengan proyeksi terbangunnya pabrik stainless steel berkapasitas 2 juta mtpa (million tons per annum) di tahun 2019 dan
berkembangnya industri-industri hilir, diperkirakan di Kawasan Industri Morowali Tsingshan ini akan terserap sekitar 80 ribu tenaga kerja.

"Artinya, hilirisasi menciptakan dan menjaga nilai tambah tetap berada di dalam negeri. Kalau kita ekspor bahan mentah, ya, yang menikmati nilai tambah justru luar negeri," ujarnya.

Menurut Saleh, proyek smelter dan kawasan industri Morowali ini berperan menumbuhkan ekonomi daerah, selain pemasukan bagi devisa ke kas negara.

Menperin memerinci, penghitungan nilai tambah dari nikel yang masih berupa bahan mentah (ore) seharga US$30 per metrik ton. Jika diolah menjadi bahan setengah jadi atau pig iron, nilai jualnya meningkat hingga 40 kali menjadi US$1.300 per metrik ton.

"Nah kalau sudah menjadi stainless steel harganya US$2.800 per metrik ton. Berapa kali lipat jika dibanding hanya berupa bahan mentah? 70 kali."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya