Melacak Tempat Semedi Gajah Mada di Probolinggo

Wajah Gajah Mada.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Kabupaten Probolinggo tidak hanya menawarkan wisata keindahan Gunung Bromo yang identik dengan ritual kasada saja, akan tetapi masih banyak sekali keindahan alam yang wajib untuk dikunjungi. Salah satunya air terjun Madakaripura. Tepatnya berada di Desa Sapih, Kecamatan Lumbang.

Air Terjun Wero yang Hijau dan Menyegarkan

 

Sepanjang perjalanan banyak dijumpai pohon randu yang di bawahnya terdapat beberapa kotak untuk ternak lebah. Kawasan wisata ini merupakan sentra penghasil madu klanceng yakni berasal dari bunga pohon randu yang konon baik untuk penambah vitalitas kaum lelaki.

Pijat Alami Ala Curug Tujuh Bidadari

 

Tanpa menggunakan karcis, pengunjung akan disambut dengan pemandangan patung Gajah Mada sedang bersemedi. Pengunjung juga akan dihampiri oleh warga setempat yang menawarkan jasa guide untuk menuju lokasi air terjun.

Pemalang Siap Tawarkan Desa Wisata Cikendung

 

Di sini sebenarnya tidak hanya terdapat satu air terjun, tapi ada sekitar tujuh air terjun lainnya. Begitu mendekati air terjun utama atau yang disebut Tirta Sewana, tempat di mana Patih Gajah Mada duduk bersemedi, mulai banyak dijumpai penduduk setempat yang menyewakan payung dan menjual kantong plastik.

 

Air terjun ini berawal dari air yang mengalir dari tebing memanjang dan membentuk tirai, sehingga kita bisa berpayung ria berjalan di bawahnya. Di ujungnya, kita akan bertemu dengan sebuah ruangan berbentuk lingkaran berdiameter kira-kira 25 meter.

 

Berdiri di dalam ruangan alam ini kita akan merasa seolah berada di dasar sebuah tabung, di mana terdapat air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter, dengan limpahan air yang jatuh dengan derasnya dari atas dan berubah menjadi selembut  kapas ke kolam berwarna kehijauan.

 

“Konon ceritanya disebut Madakaripura, karena air terjun ini merupakan tempat peristirahatan terakhir Gajah Mada. Usai perang Bubat, Mahapatih Gajah Mada bersembunyi di tempat ini. Hingga ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya untuk bersemedi sebelum benar-benar moksa,” kata Iwan, pemandu wisata.

 

Perang Bubat

 

Berbicara sejarah Madakaripura, tidak akan jauh dari Perang Bubat. Perang antara kerajaan Sunda Galuh Pakuan dan Majapahit ini menjadi penyebab utama dipecatnya Gajah Mada dari jabatan Mahapatih (sekarang sama dengan perdana menteri). Setelah pemecatan tersebut Gajah Mada memutuskan untuk mengasingkan diri di Madakaripura.

 

Sekitar tahun 1364, raja Majapahit, Hayam Wuruk, berniat mempersunting putri kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Selain untuk mencari permaisuri, keinginan meminang Dyah Pitaloka ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan kedua kerajaan. Untuk itu Hayam Wuruk mengirimkan Gajah Mada ke Galuh Pakuan untuk melamar Dyah Pitaloka.

 

Lamaran Hayam Wuruk diterima. Pada hari yang telah ditentukan, Dyah Pitaloka berangkat ke Majapahit dengan menggunakan jalur laut. Pada perjalanan ini ikut serta raja Galuh Prabu Linggabuana dan permaisurinya, beberapa orang menteri, serta beberapa ratus prajurit pengawal kerajaan, Pasukan Balamati. Total rombongan yang berangkat sekitar 200 kapal.

 

Kedatangan rombongan dari Sunda ini mengundang niat buruk dari salah satu senopati di pasukan Bhayangkara, pasukan elite yang dimiliki Majapahit. Ketika rombongan Linggabuana sampai di Lapangan Bubat atau alun-alun Majapahit, senopati tersebut menghentikan rombongan dengan alasan Hayam Wuruk masih mengadakan persiapan pernikahan dan Gajah Mada masih bersemedi di kediamannya.

 

Lebih lanjut, senopati tersebut menuntut agar pernikahan ini tidak dijadikan pernikahan antara 2 kerajaan yang berdaulat, tetapi sebagai pertanda bergabungnya Sunda Galuh kepada kerajaan yang lebih besar (saat itu Majapahit menguasai hampir seluruh kawasan nusantara).

 

Dyah Pitaloka harus dianggap sebagai persembahan tanda takluk dan bergabungnya Sunda Galuh kepada Majapahit. 

 

Linggabuana sangat geram dengan perbuatan senopati ini. Apa yang telah dilakukan senopati tersebut merupakan penghinaan bagi dirinya dan seluruh kerajaan Sunda Galuh. Perang pun tak terelakkan.

 

Meskipun wilayah Sunda Galuh lebih kecil, yakni meliputi Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah, tapi kerajaan itu tetap memiliki kedaulatan penuh. Terlebih lagi Linggabuana datang ke Majapahit untuk memenuhi lamaran Hayam Wuruk.

Akhirnya seluruh bangsawan kerajaan termasuk raja dan para pangeran tewas dihabisi Prajurit Majapahit. Sementara Dyah Pitaloka bunuh diri, demi bela pati ayah dan saudaranya yang gugur. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya