Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Rufinus Hotmaulana menyambut baik langkah Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang (UU) Pemilu yang telah mengajukan kodifikasi UU Pemilu karena dianggap telah menimbulkan berbagai macam kompleksitas.
Namun ia mengatakan bahwa kodifikasi ini memiliki berbagai dampak, baik yang positif maupun negatif.
"Kalau kita bedah materi bapak lebih dalam, persoalannya bukan di masalah ketentuan UU-nya, tapi penyelenggara UU dalam hal ini KPU dan Bawaslu yang belum dibahas secara detail sampai saat ini,” ujar Rufinus, di Senayan, Selasa 15 September 2015.
Ia mencontohkan dengan pola rekrutmen di KPU melalui jalur PNS. "Apakah ini kita larang atau bagaimana? Sebab ada PNS yang dibawah komando inkumben dan mereka harus loyal karena kalau tidak, mereka bisa dipecat dan belum lagi proses-proses di Bawaslu yang tidak kapabel,” ujar Rufinus.
Oleh karena itu, ia meminta Sekretariat Bersama Kodifikasi ini tidak hanya memperhatikan kompleksitas yang ada dalam UU itu sendiri, namun juga pada penyelenggara pemilunya.
"Independensi dari KPU dan Bawaslu kita pertanyakan. Saya kasih contoh, ada pasal 47 UU No 8 tahun 2015 yang menyatakan bahwa parpol dilarang menerima imbalan apapun, tapi dalam ayat berikutnya dinyatakan harus melalui keputusan pengadilan,” kata Rufinus.
Disamping persoalan kodifikasi UU Pemilu, ia mengatakan bahwa persoalan seperti inilah yang harus menjadi perhatian, yaitu bagaimana konten UU bisa diadopsi oleh penyelenggara pemilu.
Baca Juga :
23 Pasal RUU Pemilu Rawan Digugat
Baca Juga :
Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR
Ia mencontohkan dengan pola rekrutmen di KPU melalui jalur PNS. "Apakah ini kita larang atau bagaimana? Sebab ada PNS yang dibawah komando inkumben dan mereka harus loyal karena kalau tidak, mereka bisa dipecat dan belum lagi proses-proses di Bawaslu yang tidak kapabel,” ujar Rufinus.
Oleh karena itu, ia meminta Sekretariat Bersama Kodifikasi ini tidak hanya memperhatikan kompleksitas yang ada dalam UU itu sendiri, namun juga pada penyelenggara pemilunya.
"Independensi dari KPU dan Bawaslu kita pertanyakan. Saya kasih contoh, ada pasal 47 UU No 8 tahun 2015 yang menyatakan bahwa parpol dilarang menerima imbalan apapun, tapi dalam ayat berikutnya dinyatakan harus melalui keputusan pengadilan,” kata Rufinus.
Disamping persoalan kodifikasi UU Pemilu, ia mengatakan bahwa persoalan seperti inilah yang harus menjadi perhatian, yaitu bagaimana konten UU bisa diadopsi oleh penyelenggara pemilu.
Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina
Demi mencapai kedaulatan energi.
VIVA.co.id
4 November 2016
Baca Juga :