RUU Jasa Konstruksi Harus Beri Kepastian Hukum

Ilustrasi buruh pekerja bangunan konstruksi jalan tol
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id
Kerusakan di Daerah Aliran Sungai Kian Parah
- Rancangan Undang-undang Jasa Konstruksi ditegaskan harus mampu memberikan kepastian hukum bagi para pelaku sektor jasa konstruksi. Agar, percepatan pembangunan nasional dapat dilakukan dengan baik. 

Alokasi Terbesar Dana Banjir untuk Rehabilitasi Sungai
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama dengan 20 Asosiasi Badan Usaha dan Profesi Jasa Konstruksi membahas dengan tuntas rancangan aturan ini. Anggota Komisi V DPR RI, Sukur Nababan juga hadir dalam diskusi tersebut.

Anggaran Banjir Minim, Belum Semua Sungai Dibenahi
Dalam paparannya, Sukur mengatakan, saat ini sektor jasa konstruksi mengalami persoalan yang cukup krusial. Menurutnya, pelaksana dan penyedia jasa konstruksi rentan terseret masalah hukum, hal ini karena UU Jasa Konstruksi No 18 Tahun 1999, tidak memberikan kepastian perlindungan hukum. Bahkan, fenomena yang ada menunjukkan terjadi “Kriminaliasi” di sektor jasa konstruksi.

"UU No 18 Tahun 1999 sebenarnya cukup bagus, tetapi masih ada beberapa kelemahan yang harus kita sempurnakan. Salah satunya adalah terkait kepastian hukum. Ini penting, agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan lancar," kata Sukur yang juga anggota Panja RUU Jasa Kontruksi di Jakarta, Selasa 29 September 2015. 

Dia menjelaskan, dampak dari tidak adanya kepastian hukum menyebabkan banyak pelaksana jasa konstruksi sangat berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaan. Salah satu indikasinya adalah rendahnya penyerapan anggaran.

Sukur memaparkan, sampai dengan 31 Agustus 2015, penyerapan APBN-P 2015 realisasi belanja kementerian/lembaga baru mencapai Rp307,7 triliun, atau 40,3 persen dari pagunya.

Di Kementerian PUPR yang didominasi belanja sektor konstruksi, penyerapan anggarannya sampai dengan Agustus baru dikisaran 30 persen, dari total anggaran Rp118,5 triliun.

"Para pelaku sektor jasa konstruksi sangat rentan mengalami kriminalisasi. Kadang persoalannya hanya kurang bayar dan lebih bayar, tetapi itu bisa berubah menjadi tindak pidana korupsi. Untuk itu, perlu ada formulasi yang tepat agar mampu melindungi sektor jasa konstruksi," tambahnya. 

Menurut Sukur, untuk menyelesaikan persoalan jasa konstruksi perlu ada mekanisme tersendiri yang diatur dalam RUU. Dia mencontohkan, adanya Dewan Pers dalam UU Pers yang bertugas menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan pemberitaan di media massa.  

"Seperti dalam UU Pers, jika ada masalah diselesaikan dulu di Dewan Pers. Aparat penegak hukum tidak bisa langsung membawa persoalan ke ranah pidana. Nah, kita ingin ke depan sektor konstruksi juga seperti itu," kata dia.

Ditegaskan, yang berhak untuk menetapkan kegagalan konstruksi, baik kegagalan pekerjaan konstruksi maupun kegagalan bangunan adalah dewan kehormatan, setelah melalui serangkaian penilaian yang dilakukan penilai ahli.

"Penilai ahli dari dewan kehormatan inilah yang berhak menentukan apakah sebuah pekerjaan konstruksi tersebut berpotensi masalah pidana, atau hanya bersifat perdata," ujarnya.



Penguatan kelembagaan dan asosiasi

Selain itu, Sukur juga berharap, RUU Jasa Konstruksi nantinya memberikan ruang bagi asosiasi badan usaha dan profesi. Sebab, selama ini asosasi tidak memiliki hak untuk melakukan sertifikasi badan usaha dan sertifikasi profesi. Asosiasi hanya sebagai pengumpul dan selanjutnya diserahkan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

"Asosiasi harus diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi dan akreditasi, sehingga peran pembinaan dan pengembangan terhadap anggotanya bisa berjalan dengan baik," kata dia.

Namun, Sukur memberi catatan, asosiasi yang bisa melakukan sertifikasi dan akreditasi, harus sudah mendapat akreditasi oleh Lembaga Pengembangan. Beberapa persyaratannya harus terpenuhi, misalnya penyebaran cabang di daerah dan jumlah anggota.

"Setiap perusahaan asing yang hendak mengerjakan proyek jasa konstruksi juga harus mendapat sertifikasi oleh asosiasi. Ini penting, agar keterlibatan modal dalam negeri dan transfer teknologi bisa berjalan. Apalagi ke depan, kita akan berhadapan dengan persaingan global yang sangat pesat," tambahnya.

Sukur juga menilai perlunya sebuah lembaga pembiayaan jasa konstruksi, yang bisa memberikan pinjaman dengan bunga lebih rendah dari bank. "Saya bermimpi jika lembaga ini berbentuk koperasi, di mana dananya berasal dari anggota dan untuk anggotanya," ungkapnya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya